Ponpes yang Pimpinannya Jadi Tersangka Pencabulan Ternyata Bodong
Pondok pesantren (Ponpes) Darul Muttaqin, Mojokerto, Jawa Timur, yang pimpinannya menjadi tersangka kasus pencabulan terhadap santriwati bawah umur ternyata bodong alias belum terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto, Barozi, tempat itu juga tidak layak disebut Ponpes.
"Secara kelembagaan pondok tahfiz ini belum terdaftar di Kementerian Agama. Sehingga lepas dari monitoring kami. Ada kejadian seperti ini benar-benar mengagetkan kami semua dan memprihatinkan bagi kalangan pesantren di Mojokerto khususnya. Mudah-mudahan tidak terulang lagi di tempat-tempat lain," katanya di kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto, Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko, Kamis 21 September 2021.
Barozi mengatakan, izin operasional Ponpes dari Kementerian Agama harus wajib mengantongi badan hukum sarana dan prasarana berupa gedung, asrama santri, ruang kelas untuk kegiatan belajar mengajar, mempunyai santri, serta pengasuh. Izin itu harus dipenuhi agar layak disebut pesantren.
"Lembaga Ponpes ini termasuk tidak memenuhi kriteria itu. Karena tempatnya saja tidak representatif berupa hunian seperti rumah biasa," ujarnya.
Selama ini, lanjut Barozi, pimpinan Ponpes itu belum pernah mengajukan izin operasional. Ia juga membenarkan bahwa tempat tersebut dulunya adalah sebuah taman pendidikan Al-Qur'an (TPQ). "Belum (izin operasional). Memang awalnya berupa TPQ, mungkin dalam perjalanannya berkembang menjadi semacam pondok tahfiz," ungkapnya.
Ponpes yang berdiri sejak 2010 itu, saat ini mempunyai sekitar 100 santri. Para santri ditempatkan di dua lokasi berbeda yang merupakan rumah keluarga AM. Rumahnya berlokasi di Desa Sampangagung dan Desa Simbaringin, Kecamatan Kutorejo.
Mencuatnya kasus pencabulan dan pemerkosaan santriwati yang dilakukan pengasuh Ponpes, menurut Barozi, otomatis membuat pesantren tersebut ditinggalkan para santri. Ponpes itu tidak lagi mempunyai kesempatan untuk mengurus izin operasional, meski kasus yang menjerat pengasuhnya sudah tuntas. Karena perbuatan AM dinilai telah menodai dunia pesantren di Kabupaten Mojokerto.
"Saya kira dengan kasus ini kita bisa berkesimpulan tidak mungkin akan kami izinkan lagi karena bagaimanapun ini menjadi secercah noda bagi dunia pesantren. Karena dasar pembekuan kami tidak ada, saya berharap masyarakat bisa menyeleksi secara alamiah bahwa ada seperti ini tidak layak untuk dihuni oleh santri-santri," tandasnya.
Polres Mojokerto telah menetapkan AM sebagai tersangka dalam kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap seorang santriwatinya sendiri pada Selasa 19 Oktober 2021.
AM mencabuli dan memerkosa seorang santriwati sejak tahun 2018 sampai September 2021. Kala itu, usia gadis asal Kecamatan Buduran, Sidoarjo tersebut masih sekitar 11 tahun. Saat ini korban berusia 14 tahun.
AM dilaporkan oleh keluarga korban ke Polres Mojokerto pada Jumat 15 Oktober 2021. Dia diduga melakukan pencabulan dan menyetubuhi santriwatinya.
Advertisement