Politikus PDIP Tuntut Klarifikasi KPU Terkait Penghentian Rekap
Politikus PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan klarifikasi terkait dugaan perintah untuk menghentikan proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
Kabar tersebut ia dengar sendiri dari daerah pemilihannya (Dapil) Kalimantan Utara yang mendapat arahan penghentian sementara.
Ia mengatakan, perintah tersebut menggunakan alasan tak masuk akal. Sehingga ia menduga penghentian sementara merupakan upaya untuk mengakali hasil Pemilu.
“Ada informasi di daerah bahwa KPU Pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, yang mana hal itu tak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan komisi II DPR,” kata Deddy Yevri dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, penghentian proses rekapitulasi sah saja dilakukan oleh KPU, namun syaratnya dalam kondisi force majeure karena bencana atau kerusuhan. Sedangkan dalam proses ini tidak ada kejadian tersebut.
“Kami dapat informasi alasannya penghentian adalah karena sistem Sirekap mengalami kendala di pembacaan data. Padahal Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah rekapitulasi berjenjang, atau C1 manual,” kata Deddy.
Kalaupun alasannya force majeure memang benar adanya, lanjut Deddy, seharusnya penghentian proses rekapitulasi hanya dilakukan di daerah terdampak.
“Jadi misalnya gempa bumi atau kerusuhan terjadi di di daerah A, maka penghentian rekapitulasi hanya terjadi di daerah A. Ini kok kami dapat informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia,” tuturnya.
Karena itu, ia curiga ada motif tertentu dibalik penghentian itu. Pertama adalah menyangkut persaingan ketat PDIP dengan Partai Golkar sebagai peraih kursi terbanyak di Pemilu. Kaitannya adalah bahwa peraih kursi terbanyak akan mendapat jatah Ketua DPR.
Kedua adalah terkait dugaan bahwa ada salah satu parpol yang sebenarnya tidak lolos parliamentary threshold, dipaksakan lolos ke parlemen. Partai ini disebut-sebut masih dekat dengan penguasa di Istana.
“Jadi kedua, ada kuat kecurigaan upaya tersistematis untuk memenangkan salah satu kontestan pemilu. Ada kabar saya dengar kabar bahwa ada operasi agar suara partai kecil akan diambil untuk dialihkan, terutama Partai Perindo, Gelora dan Partai Ummat,” kata Deddy.
Untuk mengatasi kesimpangsiuran dan dugaan tersebut, maka Deddy sangat berharap kepada KPU untuk memberi penjelasan yang selengkapnya.