Politik Tak Berarti Kebohongan, Justru Ini Kelucuannya
Setelah hiruk-pikuk politik, kabinet baru terbentuk. Presiden telah memperoleh dukungan kerja, dan para pembantunya siap kerja...kerja...kerja.
Di sekolah anak-anak pun tetap belajar....
Seorang murid sekolah dasar mendapat pekerjaan rumah dari gurunya untuk menjelaskan arti kata "Politik". Karena belum memahaminya, ia kemudian bertanya pada ayahnya.
Sang Ayah yang menginginkan si anak dapat berpikir secara kreatif kemudian memberikan penjelasan, "Baiklah nak, ayah akan mencoba menjelaskan denga perumpamaan, misalkan Ayahmu adalah orang yang bekerja untuk menghidupi keluarga, jadi kita sebut ayah adalah investor. Ibumu adalah pengatur keuangan, jadi kita menyebutnya pemerintah."
Ia melanjutkan,"Kami disini memperhatikan kebutuhan-kebutuhanmu, jadi kita menyebut engkau rakyat. Pembantu, kita masukkan dia ke dalam kelas pekerja, dan adikmu yang masih balita, kita menyebutnya masa depan. Sekarang pikirkan hal itu dan lihat apakah penjelasan ayah ini bisa kau pahami?"
Si anak kemudian pergi ke tempat tidur sambil memikirkan apa yang dikatakan ayahnya. Pada tengah malam, anak itu terbangun karena mendengar adik bayinya menangis. Ia melihat adik bayinya mengompol. Lalu ia menuju kamar tidur orang tuanya dan mendapatkan ibunya sedang tidur nyenyak.
Karena tidak ingin membangunkan ibunya, maka ia pergi ke kamar pembantu. Karena pintu terkunci, maka ia kemudian mengintip melalui lubang kunci dan melihat ayahnya berada di tempat tidur bersama pembantunya.
Akhirnya ia menyerah dan kembali ke tempat tidur, sambil berkata dalam hati bahwa ia sudah mengerti arti "Politik".
Pagi harinya, sebelum berangkat ke sekolah ia mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya dan menulis pada buku tugasnya: 'Politik adalah hal dimana para Investor meniduri kelas Pekerja, sedangkan Pemerintah tertidur lelap, Rakyat diabaikan dan Masa Depan berada dalam kondisi yang menyedihkan."
Nah, kan?
Tapi, ternyata ada kisah lain terkait dengan jumlah politikus yang sering berbohong:
Sebuah bis penuh dengan para politikus, keluar dari jalan dan menabrak sebuah pohon besar di ladang petani tua.
Setelah menyelidiki apa yang terjadi, petani tua itu menggali sebuah lubang dan mengubur mayat politikus-politikus itu.
Beberapa hari kemudian, seorang sherif lokal lewat dan bertanya kepada petani tua itu, "Apakah mereka semua mati?"
Petani tua itu menjawab, "Begini, beberapa dari mereka berkata, bahwa mereka belum mati. Tapi Anda 'kan tahu betapa seringnya politikus itu berbohong."