Politik itu Seni. Ada Seniman Hebas, Ada Seniman Cekether
Oleh: KH Yahya Cholil Staquf
Ini sudah pernah saya tulis di Terong Gosong duluuu sekali. Saat ini kayaknya ada momentum yang sesuai, tapi rasanya malas mendukiri timbunan terong gosong yang sudah menggunung gitu. Enakan saya tulis ulang saja.
Otto Eduard Leopold, Pangeran Bismarck, Bangsawan dari Lauenburg, belakangan terkenal sebagai Otto von Bismarck, seorang negarawan Prussia (Jerman lama), mengatakan bahwa politik adalah seni tentang apa yang mungkin (dicapai), "Politics is the art of the possible".
Suatu hari kondisi kesehatan Gus Dur anjlog. Dokter-dokter ribut hendak membawanya ke rumah sakit, tapi beliau ngotot nggak mau. Dibujuk, dirayu, digrênjik-grênjik, beliau malah tambah keras menolak. Sampai kemudian fisiknya sendiri yang menyerah dan beliau pun pingsan. Barulah orang-orang bisa menggotongnya kedalam ambulan untuk dilarikan ke rumah sakit.
Setelah beberapa hari, kondisi kesehatan beliau berhasil dipulihkan. Dokter bilang, beliau sudah boleh pulang. Tapi saat orang-orang hendak berkemas, Gus Dur melarang.
"Aku mau di sini saja!" katanya.
Nyai Sholihah Yusuf, sepupu beliau yang adalah ibundanya Saifullah Yusuf, jadi bingung,
"Yak apa sé, Dik? Sampeyan kemaren sakit nggak mau dibawa ke rumah sakit. Sekarang di rumah sakit sudah sembuh, malah nggak mau pulang".
"Wingi iko aku loro api-api waras. Saiki aku waras api-api loro", kemarin dulu itu aku sakit pura-pura sehat, sekarang aku sehat pura-pura sakit.
Sebelum itu, di Istana Negara, dalam satu pertemuan empat mata dengan Ketua Umum Partai Golkar --waktu itu, Akbar Tanjung-- Presiden Abdurrahman Wahid berkata,
"Politics is the art of deception", politik itu seni tipu-tipu. *
KH Yahya Cholil Staquf, Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibiin, Rembang. Katib Am PBNU.
Advertisement