Politik Identitas Bukan Solusi Politik Umat, Ini Penjelasan Eep
Pengamat Politik, Eep Saefulloh Fatah menyatakan, politik identitas bukanlah merupakan solusi politik umat Islam. Ancaman Pemilu 2024 di antaranya yaitu politisasi identitas.
"Kita telah belajar pada gelaran Pemilu sebelumnya mengenai pola politik tersebut. Karenanya gelaran Pemilu 2024 nanti perlunya menjadikan politik jalan keluar sebagai substitusi politik identitas,” jelas Eep.
Pernyataan tersebut disampaikan Eep dalam acara “Sarasehan Kode Etik Ukhuwah Islam dalam Bidang Politik” yang diselenggarakan oleh Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI, Rabu lalu.
Eep menuturkan, jika politik identitas yang dikembangkan, maka akan berakibat ledakan harapan publik yang luar biasa. Hal inilah dialami oleh Indonesia pada 2 Pemilu sebelumnya, yaitu Pilpres 2014 dan Pilgub Jakarta 2017 dimana sangat panjangnya dikotomi yang bertahan dalam perkelahian politik yang melelahkan.
Problematika Hadapi Pemilu 2024
Selain substitusi politik identitas, problematika yang akan dihadapi pada Pemilu 2024, menurut Eep yaitu mengenai pandemi dan resesi. Jalan keluar dari resesi tersebut dalam kacamata demokrasi adalah dengan menyelenggarakan Pemilu.
Eep memandang, pandemi Covid 19 sebagai muqaddimah yang unik menyambut gelaran Pemilu 2024. Meskipun rentan jarak pandemi dengan Pemilu 2024 cukup jauh, akan tetapi jika dilihat dari fenomena kebudayaan yang ada maka pandemi belum berakhir.
“Dampak dari pandemi tidak dapat dengan cepat dan mudah dituntaskan, sekalipun virus Corona telah hilang. Resesi akibat pandemi global yang menyeluruh dirasakan pula oleh bangsa-bangsa lain di dunia,” tutur alumni FISIP Universitas Indonesia tersebut.
Sebagai Pengamat Politik, Eep menilai, Pemilu 2024 merupakan tahun yang ditandai kesulitan hidup bagi para pemilih. Hal ini dijelaskannya berdasarkan survei nasional pada akhir tahun 2020 yang menunjukkan angka yang cukup besar untuk kesulitan ekonomi dirasakan pemilih Indonesia.
Data tersebut menyebutkan lebih dari 80 persen pemilih mengalami penurunan pendapatan secara drastis, terdapat 72 persen pemilih mengalami kemerosotan ekonomi, dan 36 persen pemilih kehilangan pekerjaan mereka.
“Di samping data tersebut, terdapat 4 kesulitan besar pada Pemilu 2024 nanti yaitu terkait kemiskinan, tingginya kebutuhan pokok, sulitnya lahan pekerjaan, dan kasus korupsi yang masih merajalela. Keempat problematika tersebut harus jadi perhatian penting bagi semua pihak,” imbuhnya.
Lebih lanjut, masih berkaitan dengan keterlibatan semua pihak dalam upaya mendinginkan pertentangan identitas pada pemilu 2024, Eep merekomendasikan agar MUI membentuk desk Pemilu yang akan datang.
Fungsi dari desk Pemilu menurutnya sebagai pihak yang melakukan monitoring, evaluasi, dan advokasi. Salah bentuk advokasi yang diperlukan MUI adalah menjadi sumber pendinginan ketegangan dan konflik di tengah masyarakat kala bergulirnya Pemilu nanti.