Political Violation, Dua Kekerasan Politik Ciderai Demokrasi
Demonstrasi adalah bagian dari proses demokrasi sebagai bentuk partisipasi masyarakat. Seharusnya dalam setiap demokrasi tidak terjadi "political violation” karena bertentangan dengan nilai demokrasi.
Dalam sistem perundangan sejak “Orde Reformasi”, kekerasan dalam politik dilarang dan hal itu antara lain tercantum dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Kenyataannya, unjuk rasa (Unras) yang terjadi sejak 6 sampai 13 Oktober 2020, sebagai protes terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di beberapa kota diiringi aksi kekerasan.
Ada dua jenis kekerasan:
Pertama, kekerasan yang tidak direncanakan timbul sebagai aksi-reaksi pengunjuk rasa dengan aparat keamanan. Hal seperti ini suatu kejadian alami.
Kedua, aksi yang direncanakan. Misalnya, membawa senjata tajam dan perusakan serta penyerangan terhadap aparat keamanan. Dan hal ini mengancam kelanjutan demokrasi.
Saya pribadi mendukung aksi protes karena memang banyak kelemahan dari UU Cipta Kerja tersebut. Hasil riset Fakultas Hukum Universitas Gadjahmada yang saya kutip dari Majalah Tempo edisi 12 - 18 Oktober menyimpulkan bahwa ada kelemahan metodologis, substansi, paradigma, tidak mengindahkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, abaikan partisipasi dan berpotensi hyper regulated.
Namun saya menolak dan menyayangkan terjadinya aksi-aksi kekerasan dan perusakan selama demo. Kemungkinan ada pihak memanfaatkan demo untuk menimbulkan kerusuhan yang lebih luas demi kepentingan politik di luar persoalan perburuhan. Tidak perlu seorang ahli untuk mengetahui hal itu, orang awampun dapat merasakannya.
Oleh karena itu, protes protes kaum pekerja perlu ditanggapi lebih serius melalui berbagai pendekatan. Bukan hanya melalui judicial review.
Perlu difahami masyarakat berada dalam kondisi sangat rentan sebagai akibat pandemi Covid-19 dan dampak perang dagang.
Ketika menulis ini saya lihat siaran televisi rakyat menyebarkan garam di jembatan “Suramadu" sebagai protes harga garam yang rendah. Seperti istilah rumput kering mudah terbakar jika ada orang yang melempar puntung rokok.
Dr KH As'ad Said Ali
(Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta)
Advertisement