Polisi Thailand Tuduh Dua Pendemo Hendak Menyerang Ratu
Polisi Thailand menangkap dua orang pengunjuk rasa dengan tuduhan mereka hendak menyerang Ratu Suthida, Rabu lalu.
Polisi menyatakan hari ini, dua orang peserta aksi unjuk rasa akan dituntut dengan dugaan upaya penyerangan terhadap ratu, setelah terjadi kegaduhan dalam iring-iringan Ratu Suthida pada Rabu lalu.
Ketika iring-iringan ratu melewati sekelompok demonstran, rekaman video menunjukkan pada demonstran tersebut membuat salam tiga jari, sebagai lambang perlawanan terhadap institusi kerajaan, serta meneriakkan "pajak kami" sebagai bentuk protes atas pengeluaran dana oleh istana.
Polisi kemudian mendorong para demonstran menjauhi mobil Ratu Suthida.
Salah satu pendemo yang ditangkap itu, Bunkueanun Paothong, mengatakan kepada Reuters bahwa dirinya telah dijatuhi dakwaan tersebut, usai dipindahkan dari Bangkok ke markas polisi patroli perbatasan di luar wilayah ibu kota.
"Saya didakwa dengan penyerangan terhadap ratu," kata Bunkueanun Paothong, yang menolak memberikan komentar lebih lanjut. Sebelumnya, ia mengunggah video di laman daring yang menyatakan dirinya tidak bersalah.
Seorang polisi mengatakan bahwa satu orang lainnya, Ekachai Hongkangwan, juga didakwa di markas polisi yang sama.
Aturan hukum di Thailand menetapkan ancaman hukuman penjara selama 16 tahun hingga seumur hidup bagi siapa pun yang terbukti bersalah melakukan penyerangan atau upaya penyerangan terhadap ratu, ahli waris, atau pejabat kerajaan.
Ancaman hukuman bisa meningkat hingga hukuman mati jika aksi penyerangan dianggap membahayakan nyawa mereka.
Lembaga Pengacara untuk Hak Asasi Manusia Thailand menyatakan bahwa para advokat mereka tengah memberikan bantuan kepada dua orang itu, namun lembaga tidak memberikan komentar terkait kasus tersebut.
Pemerintah Thailand merujuk peristiwa yang terjadi pada Ratu Suthida sebagai pembenaran untuk menerapkan aturan darurat pada keesokan harinya, Kamis 15 Oktober, termasuk pelarangan perkumpulan politis oleh lima orang atau lebih.
Aksi unjuk rasa di Thailand telah berjalan selama tiga bulan dengan tuntutan reformasi untuk membatasi kekuasaan kerajaan yang kini dipimpin oleh Raja Maha Vajiralongkorn serta seruan agar Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mundur.
Sementara itu, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha pada Jumat mengatakan ia tidak akan meletakkan jabatannya meskipun dituntut mundur oleh puluhan ribu pengunjuk rasa yang melanggar larangan demonstrasi dari pemerintah.
PM Prayuth juga memperingatkan massa aksi untuk tidak mempertahankan tuntutan mereka itu.
Pemerintah Thailand melarang perkumpulan yang dihadiri lebih dari lima orang sejak Kamis lalu setelah ribuan orang turun ke jalan selama hampir tiga bulan berturut-turut untuk mendesak PM Prayuth mundur dan meminta amandemen pada konstitusi guna mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.
Para pengunjuk rasa menentang larangan itu dan hadir dalam aksi demonstrasi terbesar di Bangkok pada Kamis sore.
"Saya tidak akan mundur," kata Prayuth setelah menghadiri pertemuan kabinet darurat.
"Pemerintah harus menerapkan status darurat. Kami harus menempuh jalan itu karena situasinya mulai berujung ke aksi kekerasan ... Status darurat itu akan berlaku selama 30 hari, atau kurang jika situasinya mulai reda," kata Prayuth. (ant/rtr)