Polisi Tangkap Bidan Layani Pemutihan Kulit Ilegal
Bidan yang biasa membantu persalinan ibu hamil, tiba-tiba banting setir buka praktik pemutihan kulit. Praktik ilegal ini pun terendus pihak berwajib.
Petugas Polresta Banyuwangi mengamankan bidan yang melakukan praktik layanan memutihkan kulit secara ilegal. Selain tak memiliki izin praktek, obat yang digunakan pelaku juga tidak memiliki izin edar.
Pelaku diketahui berinisial RS. Wanita 28 tahun itu merupakan warga Dusun Sidorejo, Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur.
"Dia mengedarkan persediaan farmasi tanpa izin edar. Dia tak punya keahlian dan kewenangan melakukan praktik farmasi serta tanpa hak melakukan praktik kedokteran dengan memberikan suntikan pemutih kepada korban," jelas Kapolresta Banyuwangi Kombespol Arman Asmara Syarifuddin, Sabtu 7 Maret 2020.
Praktik ilegal pelaku terungkap atas informasi masyarakat. Penyelidikan pun dilakukan hingga akhirnya dilakukan tindakan pada pelaku. Pelaku melayani jasa memutihkan kulit dengan menggunakan vitamin C dan kolagen. Pelaku juga melayani Aqua skin veniccy.
"Korban diberikan suntikan pemutih. Obatnya dimasukkan ke dalam infus. Ini dari hasil keterangan si pelaku sendiri," terang Arman.
Untuk jasa ini pelaku memasang tarif sebesar Rp 500.000. Jika ingin mendapatkan hasil lebih cepat maka harganya bisa lebih mahal.
Arman menambahkan, pelaku mendapatkan ilmu tersebut saat bekerja di klinik kecantikan. Kemudian, dia membuka praktik pribadi di rumahnya. Obat yang digunakan untuk memutihkan kulit ini dibeli pelaku secara online.
"Semua barang bukti ini tanpa izin edar dan tanpa adanya suatu keahlian serta sertifikasi yang diberikan kepada si tersangka itu sendiri," tegas Arman.
Barang bukti yang disita berupa satu set alat suntik bekas, 10 ampule vitamin C plus kolagen, 3 ampule serbuk white kolagen, 3 ampule aquabides, 2 ampule serbuk white kolagen warna pink, 13 jarum inflo, 4 wings middle, 5 botol cairan infus dan lain-lain.
Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan pasal 197 Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidan maksimal 15 tahun. Dan pasal 78 Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang kedokteran.
"Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun," sambung Arman.