Polisi Ringkus Komplotan Aborsi Gunakan Obat Keras
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) berhasil membongkar komplotan yang diduga membuka praktik aborsi ilegal di wilayah Surabaya dan Sidoarjo, Jatim. Sedikitnya, tujuh orang diamankan.
Wadirreskrimsus Polda Jatim AKBP Arman Asmara mengatakan, upaya pengungkapan komplotan ini berawal pada Maret lalu. Kepolisian saat itu, mendapatkan informasi tentang ada seorang yang menawarkan praktik aborsi di bilangan Sidoarjo.
"Pengungkapan kasus ini dimulai dari informasi yang kami temukan tentang adanya seseorang di sebuah rumah di wilayah Sidoarjo yang melakukan aborsi, itu bulan Maret, lalu dilaksanakan kegiatan penyelidikan oleh Subdit IV (Tipidter) Ditreskrimsus," ujar Arman di Mapolda Jatim, Selasa, 25 Mei 2019.
Usai melakukan penyelidikan selama satu bulan lamanya, polisi kemudian mendapatkan satu nama yang diduga membuka praktik aborsi secara ilegal, berinisial LWP (28). Ia kini telah ditetap sebagai tersangka.
LWP, kata Arman, biasa menjalankan praktiknya di tempat kos yang ada di di daerah Karah, Jambangan Surabaya, dan di tempat tinggalnya di daerah Pondok Jati Sidoarjo. Selain itu, ia juga pernah menjalankan aksinya di sejumlah hotel.
"Kemudian di bulan April 2019 dilaksanakan kegiatan penindakan di rumah seseorang yang berinisial LWP, seorang wanita yang bertempat tinggal di Sidoarjo, dan di Surabaya juga ada rumahnya di daerah Karah," beber Arman.
Selain LWP, polisi juga mengamankan enam orang tersangka lainnya yang memiliki peran berbeda. Mereka adalah TS (30), MSA (32), RMS (26), MB (34), VN (26), dan FTA (32).
Tersangka MB, VN, dan FTA memiliki peran sebagai penyuplai obat keras kepada LWP. Kemudian MSA dan RMS merupakan tersangka yang menjembatani TS yang mengugurkan, untuk disambungkan kepada LWP.
Modus operandi yang dilakukan LWP selama ini, ialah dengan berpura-pura sebagai tenaga kesehatan yang telah memiliki izin praktik di wilayah Kota Surabaya. Padahal, kenyataannya, LWP bukan merupakan tenaga kesehatan dan tidak memiliki izin praktik.
Lebih lanjut, kata Arman polisi juga tengah mendalami keterlibatan terduga lain dalam praktik aborsi ilegal ini. Mereka yakni 11 orang yang diduga telah menggunakan jasa LWP untun menggugurkan kandungannya.
"Ada 11 yang diduga telah menggugurkan kandungannya menggunakan jasa LWP, yang hingga saat ini masih didalami," ujar Arman.
Dalam aksinya, LWP menggunakan obat keras jenis Chromalux Misoprostol tablet 200 Mcg, obat keras jenis Cytotec Misoprostol tablet 200 Mcg, dan Invitec Misoprostol tablet 200 Mcg. Obat-obatan tersebut wajib dikonsumsi pasien abosi sebanyak enam kali dalam sehari.
Obat yang digunakan LWP itu, adalah kategori obat keras yang tak dijual bebas untuk umum. Perlu resep dokter khusus untuk mendapatkannya. Obat tersebut, kata Arman, merupakan obat untuk tukak lambung. Tapi memiliki efek samping melebarkan pembuluh darah, dan meningkatkan kontraksi rahim.
"Sekali mengkonsumsi dua obat. Satu diminum, dan satu dimasukkan ke dalam alat kelaminnya. Artinya kalau enam kali dalam sehari, berarti ada 12 obat yang dikomsumsi mereka yang menggugurkan janinnya," sambung Arman.
Tersangka LWP mengaku telah menjalankan praktik tersebut selama dua tahun terakhir. Selama itu pula, yang ia mengaky telah melakukan praktik aborsi terhadap 20 pasien. Tiap praktiknya, ia bisa mengenakan biayanya Rp 1.000.000.
"Biayanya Rp 1 juta, sudah dua tahun ini, ada 20 kali (pasien) tapi aman-aman saja, tidak ada yang meninggal," kata dia.
Sementara itu, tersangka yang mengugurkan kandungannya, TS, mengaku mengalami efek samping setelah melakukan aborsi menggunakan jasa LWP. TS mengatakan, setelah mengkonsumsi obat ia merasa nyeri di bagian alat kelamin, dirinya juga mengalami mual-mual setelah mengkonsumsi obat tersebut.
Atas perbuatannya, para tersangka terancam pasal berlapis, Pasal 83 dan 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Kemudian Pasal 194 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Mereka juga terancam Pasal 55, 56, dan 346 KUHP. (frd)