Polisi Bekuk Sindikat Manipulasi Nomor Ponsel dan Adminduk
Sindikat pemanipulasi nomor perdana telepon selular (ponsel) dan data administrasi kependudukan (adminduk) berhasil digulung jajaran Polres Probolinggo Kota, Selasa, 11 April 2023.
Sindikat dengan enam anggota dari berbagai daerah di Indonesia itu diamankan bersama barang bukti di antarnya, SIM box, perangkat untuk memanipulasi nomor ponsel dari pengguna ke penerima.
“Ini termasuk kejahatan baru di Indonesia, termasuk di Probolinggo baru pertama kali terjadi,” ujar Kapolres Probolinggo Kota, AKBP Wadi Sa’bani saat merilis kasus tersebut di mapolres setempat, Selasa sore, 11 April 2023.
Untuk memudahkan, wartawan memahami bentuk kejahatan sindikat ini, AKBP Wadi mengaitkan dengan asal-muasal buzzer-RP, munculnya akun-akun anonim, penipuan online yang pelakunya bahkan dari belahan benua lain. Termasuk, seseorang yang tiba-tiba diuber-uber pihak pinjaman online (pinjol) padahal yang bersangkutan tidak pernah berususan dengan pinjol.
“Jadi kejahatan yang memanfaatkan teknologi informasi inilah yang dijalankan sindikat ini,” kata kapolres.
Modus yang dijalankan sindikat di Probolinggo ini, kata AKBP Wadi, mengaktifkan (registrasi) ribuan kartu perdana ponsel dengan memanfaatkan data adminduk. Kartu ponsel hingga kode One Time-Password (OTP)-nya kemudian dijual ke luar negeri.
Seperti diketahui, kode OTP adalah kode password yang hanya bersifat sementara, yang ditujukan untuk melakukan proses verifikasi pada aplikasi smartphone. “Ternyata kode OTP ini dijual melalui website di Rusia,” kata kapolres.
Enam anggota sindikat ini akhirya diringkus. Yakni, AA, 25 tahun, warga Desa Tempuran, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo dan YS (34), warga Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.
Juga CD, 26 tahun, warga Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo dan ES, 35 tahun, warga Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, FH, 38 tahun, warga Desa Kedungmangu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, dan M, 28 tahun, warga Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.
Penangkapan keenam pelaku, kata kapolres didampingi Kasat Reskrim, AKP Jamal bermula, saat polisi menyelidiki dugaan manipulasi kartu perdana ponsel di sebuah kios di Probolinggo. Polisi akhirnya mendapatkan informasi dari MA, warga Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo bahwa ia telah membeli kartu perdana ponsel yang telah diregistrasi.
Dari hasil interogasi, Sabtu, 1 April 2023 itu, polisi berlanjut mendatangi konter penjualan kartu ponsel milik AA, warga Desa Tempurtan, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. “Di tempat tersebut, polisi menemukan AA yang sedang meregistrasi kartu perdana,” kata kapolres.
AA pun diamankan beserta sejumlah barang bukti seperti, alat registrasi mulai dari laptop dan komputer yang terhubung dengan SIM box yang berisi kartu-kartu perdana, serta beberapa boks kartu perdana.
Kartu-kartu perdana itu sudah teregistrasi aktif dengan data adminduk milik orang lain. Dari hasil pemeriksaan, AA meregistrasi dan menjual kartu perdana dengan menggunakan data orang lain. Selanjutnya AA menjual kode OTP kartu perdana tersebut melalui website di Rusia secara online.
Dari pengakuan AA, polisi mengembagkan penyelidikan dengan menangkap YS, Senin, 3 April 2023. Dari tangan AA, polisi mengamankan SIM box dan kartu-kartu perdana ponsel yang telah diregistrasi.
“Kami kemudian meringkus ED dan CD warga Sidoarjo yang juga menyuplai kartu perdana," kata AKBP Wadi.
Polisi juga menangkap FH di Kabupaten Bogor, yang diduga kuat sebagai penyedia SIM box sekaligus penjual kode OTP. FH pula yang mengajari AA untuk menjual kode OTP via website ke Rusia.
Dan terakhir petugas, menangkap M, perangkat desa di Kecamatan Bantaran yang menyuplai NIK kependudukan kepada AA. “M yang perangkat desa punya kemampuan mendapatkan data administrasi kependudukan. Ia menjual data kependudukan Rp300 ribu per desa,” kata kapolres.
Sindikat ini bergerak di Probolinggo sejak sejak 2017 silam. Mereka beromzet sebesar Rp160 juta per bulan. Yakni, dengan menjual kode OTP sebesar Rp130 juta dan menjual kartu perdana ponsel Rp30 juta per bulan.
Polisi juga mengamankan barang bukti berupa, ribuan kartu perdana, 15 unit SIM box, dua unit laptop, tiga buah PC, serta barang bukti lain.
Yang jelas, para pelaku akan dijerat pasal 35 junto pasal 51 ayat 1 UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pasal 77 junto 94 UU RI Nomor 24 tahun 2017 tentang Administrasi Kependudukan junto pasal 55 KUHP. “Mereka terancam hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp12 miliar," kata kapolres.