Polio Tak Hentikan Jiwa Sosialis Kreatif Poernomo
Meski menderita kelumpuhan sejak berusia dua tahun akibat penyakit polio, tak membuat Slamet Poernomo berkecil hati. Bagi laki-laki asal Surabaya ini, keterbatasan fisik tak menjadi alasan untuk menatap masa depannya.
Semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), kemandirian itu telah diajarkan orang tua Poernomo dengan memasukannya di Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Malang.
Hingga menginjak remaja tepatnya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Poernomo ingin mempunyai kendaraan yang dapat digunakan dengan mudah.
Berawal keinginan itu, Poernomo berinisiatif membuat alat transportasi yang ramah bagi para difabel. Belajar dari seorang kawan yang juga seorang difabel, Poernomo akhirnya bisa membuat sepeda ramah bagi para penyandang difabel.
"Waktu SMA saya ingin punya sepeda roda tiga. Kebetulan waktu di Malang saya lihat ada orang menggunakan sepeda roda tiga. Akhirnya saya belajar sama dia," kata Poernomo ketika ditemui ngopibareng.id di rumahnya di Keputih IIIE/37 Surabaya, Senin, 3 Desember 2018.
Setelah lulus SMA, Poernomo kembali ke Surabaya dan melanjutkan kuliah di Universitas W.R. Supratman (Unipra) jurusan Administrasi Negara. Sembari menuntut ilmu, ia mencoba peruntungan dengan bekerja sebagai mekanik di bengkel umum.
Delapan tahun Poernomo menekuni dunia otomotif. Kemudian, laki-laki yang juga pernah menjadi atlet tolak peluru memutuskan untuk membuka bengkel sepeda khusus untuk para penyandang difabel. Total sudah lebih 90 unit motor roda tiga hasil karya Poernomo.
Dari jumlah itu, enam di antaranya juga telah diekspor ke Timor Leste. Sedangkan, sisanya dikirim ke Bali dan hampir semua daerah di Jawa Timur.
"Di sini saya bekerja sendiri mulai belanja bahan, pengecatan, hingga perakitan. Saya juga bekerja sama dengan seorang teman di bengkel konstruksi dan las karena keterbatasan alat," kata bapak dua anak ini.
Dalam merakit satu unit motor roda tiga ini, Poernomo butuh waktu sebulan. Poernomo juga mematok harga lebih mahal dibanding di bengkel lain. Satu unit motor roda tiga ini dihargai antara Rp6 juta hingga Rp6,5 juta.
Lanjut Poernomo, dalam perakitan Poernomo tidak merusak keorisinalan motor, mengembalikan spare part motor secara utuh kepada konsumen dan selalu memberikan bahan pilihan terbaik.
Karena keterbatasan fisiknya, ia hanya menerima maksimal dua motor. "Sebenarnya banyak permintaan modifikasi, tetapi saya hanya menerima dua motor saja setiap bulannya," ujarnya.
Poernomo pun berharap agar teman-teman yang senasib seperti dirinya tidak pantang menyerah dan tetap terus berjulan.
"(Keterbatasan) Ini harus kita terima dan sadari. Ngak usah merasa minder, nggak usah malu dan tidak usah mendengarkan ocehan orang lain. Semangat itu berawal dari keluarga, kalo keluarga mendukung pasti rasa minder itu hilang. Kalau kita memiliki kreativitas atau kemampuan jangan pernah merasa malu untuk menciptakan hasil karya," ujar Poernomo. (amm)