Polemik Toko 24 Jam, DPRD Surabaya: Pemkot Buat Regulasi Lindungi Usaha Mikro
DPRD Kota Surabaya buka suara terkait pro-kontra terkait toko kelontong yang jam operasionalnya selama 24 jam. Provinsi Bali diberitakan sudah membatasi jam operasional warung-warung serba ada tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni mengatakan, keberadaan toko kelontong yang beroperasional 24 jam tersebut dapat mempengaruhi bisnis toko perancangan yang didirikan oleh masyarakat kecil untuk menyambung hidup.
Pihaknya juga sebenarnya sudah meminta kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk mengatur pengelolaan toko kelontong dan warung kopi yang menjamur dan beroperasional selama 24 jam.
"Sejak tahun lalu kami sudah menyampaikan ke pemkot mengenai aturan terkait pengelolaan toko kelontong yang beroperasi selama 24 jam. Ada pemodal besar yang masuk ke dalam sektor ekonomi kita. Kalau ini dibiarkan, para pemilik warkop (warung kopi) dan toko perancangan yang dikelola secara rumahan akan gulung tikar dengan arus modal besar yang masuk," ungkapnya, saat dihubungi Ngopibareng.id, Minggu 28 April 2024.
Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini juga menjelaskan, pemerintah seharusnya melarang para pemodal besar tersebut untuk terjun ke dalam sektor perekonomian mikro, yakni bisnis toko kelontong dan warung kopi. Ia mencontohkan bahwa Presiden Soeharto pernah menempuh kebijakan yang serupa saat masa pemerintahannya.
"Presiden Soeharto pernah melarang para pengusaha besar untuk terjun dalam industri penggemukan sapi karena akan mematikan para peternak lokal di pedesaan. Sama, jika pemkot abai dan tidak merumuskan aturan toko kelontong 24 jam dan warkop, rakyat kecil akan dirugikan, bahkan pemkot tidak dapat pemasukan apapun," terangnya.
Toni, sapaan akrabnya menjelaskan, Pemkot Surabaya dapat menempuh langkah-langkah awal, seperti melakukan pengamatan secara empiris terhadap keberadaan toko-toko kelontong dan warung kopi yang buka selama 24 jam itu.
"Rata-rata harganya memang lebih murah dan kita lihat karyawannya silih berganti. Dari satu toko atau warkop, ke toko atau warkop lainnya. Tentu ini harus diawasi secara serius. Ada pemodal besar, dan seharusnya pemodal besar ini mainnya di toko modern," tegasnya.
Oleh sebab itu, Toni meminta kepada Pemkot Surabaya untuk menyusun dan merancang regulasi pengelolaan toko kelontong ataupun warung kopi 24 jam tersebut. Jika pemkot tidak tegas, maka banyak rakyat kecil yang bergelut pada bidang usaha yang sama akan gulung tikar dan akan menciptakan masalah baru, yakni penggangguran.
"Saya khawatir orang orang kampung yg buka toko peracangan untuk menyambung hidup bisa gulung tikar dan bisa menimbulkan pengangguran baru. Ini justru bertentangan dengan visi Walikota Eri untuk menciptakan kampung madani, menciptakan kesejahteraan kepada masyarakat," pungkas Toni.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UMKM, Arif Rahman Hakim mengimbau, toko kelontong 24 jam untuk patuh terhadap regulasi jam operasional yang ditetapkan pemerintah daerah setempat. Keluhan ini muncul karena ada persaingan antara toko modern dengan toko kelontong tersebut.