Polemik RUU HIP, Mahfud MD: Tap MPRS Tetap Akan Jadi Konsideran
Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai penolakan dari banyak pihak. Pasalnya, RUU tersebut dianggap mendegradasikan harkat dan martabat Pancasila, serta dianggap sebagai alat untuk mengembalikan paham komunisme di Indonesia.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD mengatakan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) disusun oleh DPR dan masuk dalam Prolegnas tahun 2020.
Kata Mahfud, tahapan sampai saat ini pemerintah belum terlibat pembicaraan dan baru menerima RUU-nya. Presiden belum mengirim Supres (Surat Presiden) untuk membahasnya dalam proses legislasi. Pemerintah sudah mulai mempelajarinya secara seksama dan sudah menyiapkan beberapa pandangan.
"Nanti jika saat tahapan sudah sampai pada pembahasan, pemerintah akan mengusulkan pencantuman TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 dalam konsiderans dengan payung "Mengingat: TAP MPR No. I/MPR/1966". Di dalam Tap MPR No. I/MPR/2003 itu ditegaskan bahwa Tap MPR No. XXV/1966 terus berlaku," katanya dalam webinar tokoh Madura lintas provinsi di Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020.
Lanjut Mahfud, pemerintah akan menolak jika ada usulan memeras Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila. Bagi pemerintah, Pancasila adalah lima sila yg tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 dalam satu kesatuan paham.
"Kelima sila tersebut tidak bisa dijadikan satu atau dua atau tiga tetapi dimaknai dalam satu kesatuan yang bisa dinarasikan dengan istilah satu tarikan nafas," katanya.
Kata Mahfud, pelarangan komunisme di Indonesia bersifat final sebab berdasarkan TAP MPR No I Tahun 2003 tidak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut TAP MPRS XXV Tahun 1966.
Karena itu, Mahfud MD mengajak seluruh warga Madura untuk mempertahankan komitmennya kepada NKRI yang berdasar Pancasila. Pancasila yang semula digagas dan diusulkan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 merupakan satu rangkaian dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dan rumusan Pembukaan tanggal 18 Agustus 1945. Perumusannya semua dipimpin oleh Bung Karno sampai ada kesepakatan pendiri bangsa pada sidang BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945.
"Orang Madura mempunyai jatidiri yang pernah dirumuskan oleh ulama Bassra (Badan Silaturrahim Ulama se-Madura) yaitu Islami, Indonesiawi, Manusiawi, dan Madurawi. Orang Madura itu bersifat inklusif dan egaliter dengan etos kerja keras dan blak-blakan alias tegas," kata alumni ponpes Almardhiyyah, Waru, Pamekasan Madura.
Hadir dalam webinar tokoh-tokoh Madura itu Prof Didik Rachbini (Indef), Prof. Khairil Anwar Notodiputro (IPB), Prof Arif Satria (Rektor ITB), para ulama dan bupati se-Madura, Prof Amien Rifai, dan tokoh-tokoh Madura dari lintas negara.