Polemik PSN SWL di Kenjeran, PII Jatim: Pikirkan Mitigasi Dulu Sebelum Reklamasi
Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL) yang diprakarsai oleh Presiden Joko Widodo mendapatkan banyak kritik dari sejumlah kelompok masyarakat dan akademisi. Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Jawa Timur Ali Yusa menjelaskan, bahwa kajian yang menjadi dasar pengerjaan PSN SWL oleh PT. Granting Jaya tersebut masih sangat dangkal.
"Terungkap saat rapat dengar pendapat, bahwa kajiannya masih dasar, masih preelementary, masih banyak yang harus dilakukan, tahapan-tahapan sebelum reklamasinya apa, rekayasa teknologinya apa yang akan dilakukan terkait pengerjaan PSN ini," ungkapnya, Selasa 23 Juli 2024.
Terkait kajian yang terkesan dilakukan secara terburu-buru tersebut, Cak Yusa juga mengatakan, pihak operator tidak berani untuk mempublikasikannya secara terbuka kepada publik dan khalayak ramai.
"Kalau sudah ada kajiannya, patut dipublikasikan karena kajian itu bukan milik satu pihak saja, siapapun berhak membaca dan mereview, untuk kemudian didiskusikan dan disempurnakan bersama bahwa PSN sebagai proyek diutamakan, tetapi jangan sampai nilai-nilai itu hilang," tegasnya.
Cak Yusa juga mengungkapkan, saat PT. Granting Jaya selaku operator tidak memikirkan terkait kajian mengenai Total Economic Value (TEV) dan Marine Ecological-Social System yang ada di pesisir timur Kota Surabaya, maka dikhawatirkan akan menghasilkan dampak yang buruk bagi lingkungan dan ekosistem di wilayah tersebut.
"Bahkan saat reklamasi terjadi di masa kolonial ratusan tahun lalu, Pemerintah Hindia-Belanda bahkan harus membangun sungai buatan di ujung Pangkah Gresik saat itu dan memperbesar lebar sungai serta menambah debit Sungai Kalimas agar fungsi drainase sungai berjalan maksimal," paparnya.
Menurutnya, sistem rekayasa teknologi yang pernah dilakukan pemerintah kolonial Hindia-Belanda ratusan tahun lalu tersebut sudah sepatut ditiru dan dikembangkan kembali oleh PT. Granting Jaya selaku operator PSN SWL tersebut, untuk meminimalisir dampak negatif dari reklamasi.
"Surabaya pada saat masa Kolonial Belanda yang belum kompleks penduduknya, ketika air bawah tanah masih bagus pun melakukan banyak reklamasi dan ketika itu kedalaman Selat Madura dan sekitarnya masih baik, di atas 15 meter karena mereka melakukan rekayasa itu, saya pikir PT. Granting wajib mendahulukan kemaslahatan masyarakat ketimbang membangun reklamasi dahulu," paparnya.
Jika rekayasa teknologi tersebut tidak dipikirkan dan dilakukan oleh PT. Granting Jaya selaku operator PSN SWL, dosen Perkapalan Universitas Muhammadiyah Gresik ini khawatir, nelayan dan masyarakat yang bergantung kepada pesisir timur Surabaya akan menderita.
"Bahwa nelayan di pesisir timur Surabaya itu mencari ikan tidak lebih dari 3 kilometer dari bibir pantai, mereka mencari ikan dan kerang di sekitar tanaman bakau, bagaimana konsep mitigasi di wilayah pesisir timur itu harus diprioritaskan bagi mereka," pungkasnya.