Polemik Jumlah Halaman UU Cipta Kerja, Ini Kata DPR RI
Undang-undang Cipta Kerja hingga kini masih menjadi polemik. Salah satunya tentang tebal undang-undang yang disahkan dengan cepat oleh DPR RI itu. Sejumlah anggota DPP RI sebelumnya menyampaikan jumlah halaman berbeda, dari 900 lembar hingga seribu lembar lebih. Lewat konferensi pers, pada Selasa 13 Oktober 2020, DPR RI memberikan penjelasan tentang informasi yang simpang siur itu.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa UU Cipta Kerja yang resmi hanya berisi 488 halaman. Namun, apabila ditambah dengan jumlah halaman penjelasan UU Omnibus Law tersebut, totanya menjadi 812 halaman.
"Kalau sebatas pada UU Cipta Kerja, hanya sebatas 488 halaman. Ditambah penjelasan menjadi 812 halaman," katanya.
Selanjutnya, ia menjelaskan jika saat pembahasan di Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, margin kertas masih ukuran biasa (A4). Kemudian, ketika draf dibawa ke Sekretariat Jenderal DPR RI, ketentuan margin harus mengikuti standar yang disepakati oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka margin kertas diganti menjadi ukuran Legal.
Pergantian ukuran margin kertas ini, menurutnya menjadi sumber keluarnya pernyataan Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar, yang dikutip oleh media massa, tentang UU Cipta Kerja berisi 1.035 halaman.
Azis mengaku, saat itu ia segera meminta klarifikasi dari Sekjen DPR RI, lewat telepon. "Saya telepon Pak Sekjen, kenapa sudah keluar 1.032 halaman (1.035 halaman). Pak Sekjen jawab, Pak (Azis) ini masih draf kasar. Masih diketik dalam posisi kertas, bukan sebagai Legal Paper-nya," kata Azis.
Setelah netting, lanjut dia, pengetikan koma, garis-garisnya itu tidak diatur kembali. "Setelah pengetikan, dalam arti editing, mengikuti panduan legal oleh bapak Sekjen dan jajaran, jumlah halamannya adalah 812 halaman, termasuk di dalamnya adalah penjelasan UU Cipta Kerja. UU secara resmi hanya 488 halaman," kata Azis.
Adapun dasar hukum perubahan margin kertas perundang-undangan seperti yang disebutkan ada di dalam UU 12/ 2011 yang berbunyi: "Naskah peraturan perundang-undangan diketik dengan jenis huruf bookman old style, dengan huruf 12, di atas kertas F4."
Selain itu, Azis menegaskan bahwa pengeditan draf UU Cipta Kerja tidak akan mengubah substansi apa pun yang sudah disepakati dalam Rapat Panitia Kerja RUU Cipta Kerja dan disahkan dalam Rapat Paripurna karena itu tindak pidana.
"Itu merupakan tindak pidana, apabila ada selundupan pasal. Berkaitan dengan apa yang dikatakan Bapak Sekjen DPR RI (Indra Iskandar) yang tadi dikutip Mbak dari Detikcom, bahwa kemarin ada 1.032 halaman. Kenapa hari ini 802 halaman, tadi saya sampaikan bahwa 1.032 itu 'kan rumor yang berkembang," katanya.
Pada saat pengetikan draf final, untuk menjadi lampiran, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011, UU yang harus dikirim ke pemerintah harus menggunakan (margin) kertas Legal (F4) secara resmi.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman menambahkan bahwa Baleg DPR RI dalam pengeditan draf RUU Cipta Kerja, tidak menambah-nambah pasal, tetapi hanya melakukan pengecekan pasal per pasal yang sudah disepakati agar sesuai dengan apa yang disepakati dalam Panja RUU Cipta Kerja.
"Jadi, itu adalah keputusan Panitia Kerja RUU Cipta Kerja yang kami (Baleg DPR RI) masukkan supaya sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh Panitia Kerja," kata Supratman.
Politikus Partai Gerindra itu mengaku telah membaca satu per satu materi muatan daftar inventarisasi masalah yang telah diputuskan di dalam rapat-rapat Panja yang berlangsung 63 kali sejak 20 Mei 2020.
Berdasarkan sistem penomoran daftar inventarisasi Masalah (DIM), RUU Cipta Kerja terdiri dari 7.197 DIM.
"Kami bekerja, kami telah membaca satu per satu terhadap materi muatan yang diputuskan di dalam rapat-rapat paripurna. Kemudian (draf) kami kembalikan kepada Kesekjenan, sesuai dengan draf yang terakhir disampaikan oleh Pak Azis. Itu kira-kira yang perlu kami sampaikan, terima kasih," kata Supratman. (Ant)
Advertisement