Polemik Ayah Taqy Malik, MUI Beberkan Fatwa Seks Anal
Polemik ayah Taqy Malik, Mansyardin Malik dengan istri sirinya Marlina Octoria, menyeret Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI lantas menyebutkan fatwa terkait seks anal yang disebut haram.
Ayah Taqy Malik Dilaporkan ke MUI
Tim kuasa hukum Marlina melaporkan kasus penyimpangan sekaligus kekerasan seksual anak seks yang dilakukan Mansyardin Malik.
Laporan tersebut bertujuan meminta agar MUI memperjelas hukum anal seks dalam Islam. Sebab sebelumnya, menurut pengakuan Marlina, ayah Taqy Malik menggunakan dalil agama ketika memaksakan anal seks kepadanya.
"Untuk mempertegas hal-hal yang dilarang itu apa, hal yang diperbolehkan itu apa. Pihak sebelah bilang ada ulama yang menghalalkan ada yang mengharamkan itu apa. Fakta agamanya dari mana, aturan Islam dari mana," ujar tim kuasa hukum Marlina Octoria, Yudistira, Selasa 14 September 2021.
Fatwa Anal Seks MUI
Ketua MUI Abdullah Jaidi membenarkan tentang surat yang dikirim oleh istri siri ayah Taqy Malik, Marlina. Menurutnya pihak Marlina memohon fatwa atas penyimpangan seks berupa anal seks serta kekerasan seksual dalam rumah tangga.
"Betul pengacaranya yang menyampaikan surat ke komisi fatwa MUI untuk memohon fatwa.Jadi nanti ketua komisi fatwa akan membalasnya," kata Jaidi kepada wartawan, dikutip dari detik.com, Selasa 14 September 2021.
Menurut MUI, anal seks baik yang dilakukan laki-laki pada perempuan atau laki-laki terhadap laki-laki lain adalah haram.
MUI soal Kekerasan Seksual Suami
Selain menyebut anal seks haram, MUI juga menanggapi pengaduan terkait kekerasan seksual yang dilakukan istri kepada suaminya. MUI menyebut, kekerasan seksual di dalam rumah tangga sulit untuk dikaitkan dengan undang-undang pelecehan seksual secara pidana.
"Tetapi secara agama adalah haram karena di MUI ada fatwanya. Jadi sebaiknya perilaku yang haram itu ditinggalkan karena pasti ada dampak negatifnya menyangkut kesehatan baik suami maupun istri. Karena itu tempat jalur kotoran yang bisa mengakibatkan penyakit yang bermacam-macam," kata Jaidi.
Fatwa MUI Tentang Sodomi
Ketua MUI lantas menyebutkan Fatwa MUI Nomor 57 tahun 2014, tentang Lesbian, Gay. Sodomi, atau anal seks, dan Pencabulan.
Dikutip dari laman Kemenag Lampung, berikut di antara isi dari fatwa MUI tentang anal seks atau sodomi.
Pertama : Ketentuan Umum
Di dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :
1. Homoseks adalah aktifitas seksual seseorang yang dilakukan terhadap seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama, baik laki-laki maupun perempuan.
2. Lesbi adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara perempuan dengan perempuan.
3. Gay adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki
4. Sodomi adalah istilah untuk aktifitas seksual secara melawan hukum syar'i dengan cara senggama melalui dubur/anus atau dikenal dengan liwath.
5. Pencabulan adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan terhadap seseorang yang tidak memiliki ikatan suami istri seperti meraba, meremas, mencumbu, dan aktifitas lainnya, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak, yang tidak dibenarkan secara syar'i.
6. Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash.
7. Ta'zir adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang menetapkan hukuman).
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Hubungan seksual hanya dibolehkan bagi seseorang yang memiliki hubungan suami isteri, yaitu pasangan lelaki dan wanita berdasarkan nikah yang sah secara syar'i.
2. Orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.
3. Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).
4. Pelaku homoseksual, baik lesbian maupu gay, termasuk biseksual dikenakan hukuman hadd dan/atau ta'zir oleh pihak yang berwenang.
5. Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah).
6. Pelaku sodomi dikenakan hukuman ta'zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati.
7. Aktifitas homoseksual selain dengan cara sodomi (liwath) hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman ta'zir.
8. Aktifitas pencabulan, yakni pelampiasan nasfu seksual seperti meraba, meremas, dan aktifitas lainnya tanpa ikatan pernikahan yang sah, yang dilakukan oleh seseorang, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak hukumnya haram.
9. Pelaku pencabulan sebagaimana dimaksud pada angka 8 dikenakan hukuman ta'zir.
10. Dalam hal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.
11. Melegalkan aktifitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.
Ketiga : Rekomendasi
1. DPR-RI dan Pemerintah diminta untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur:
a. tidak melegalkan keberadaan kamunitas homoseksual, baik lebi maupun gay, serta komunitas lain yang memiliki orientasi seksual menyimpang;
b. hukuman berat terhadap pelaku sodomi, lesbi, gay, serta aktifitas seks menyimpang lainnya yang dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawani' (membuat pelaku menjadi jera dan orang yang belum melakukan menjadi takut untuk melakukannya);
c. memasukkan aktifitas seksual menyimpang sebagai delik umum dan merupakan kejahatan yang menodai martabat luhur manusia.
d. Melakukan pencegahan terhadap berkembangnya aktifitas seksual menyimpang di tengah masyarakat dengan sosialisasi dan rehabilitasi.
2. Pemerintah wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi pelaku dan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.
3. Pemerintah tidak boleh mengakui pernikahan sesama jenis.
4. Pemerintah dan masyarakat agar tidak membiarkan keberadaan aktifitas homoseksual, sodomi, pencabulan dan orientasi seksual menyimpang lainnya hidup dan tumbuh di tengah masyarakat. (Dtk)