Polemik Adopsi, Sang Ibu Meminta Bayinya Dikembalikan
Yulia, 28 tahun, warga Dusun Bengkingan, Desa Kalirejo, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo terus meratapi bayinya yang telah diadopsi orang lain.
Ia mengaku, telah dipaksa sejumlah bidan yang menolongnya saat persalinan agar menyerahkan bayinya. Padahal bayinya baru dilahirkan di sebuah klinik kesehatan di Kota Probolinggo, 9 Oktober 2022 silam.
Ditemui sejumlah wartawan di rumahnya, Yulia sambil menangis menceritakan kronologis sampai bayinya pindah tangan ke agen adopsi. “Kondisi saya saat itu masih lemas, kesadaran belum pulih benar. Saya disuruh tanda tangan di atas materai. Saya tidak tahu isi surat yang saya tandatangani,” katanya, Kamis sore, 20 Oktober 2022.
Yulia berterus terang, tidak mengetahui prosedur adopsi bayi. Yang jelas, saat itu bidan berinisial R, yang bertugas di klinik kesehatan di Kota Probolinggo bersama dua bidan lain bernisial M dan E memintanya tanda tangan.
Saat Yulia menandatangani surat bermaterai itu, ada yang merekamnya. “Paginya ketika saya menanyakan, mana bayi saya, dijawab telah diadopsi orang,” kata Yulia.
Ibu muda itu juga masih ingat, dijanjikan uang Rp1 juta jika bersedia menyerahkan bayinya kepada bidan. Bahkan bidan tersebut, kata Yulia, biaya persalinan telah ditanggung melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS). Bidan itu mengatakan, kalau di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) dan rumah sakit umum, KIS tidak berlaku.
“Anehnya, pihak rumah sakit sempat mengubungi saya, KIS bisa digunakan untuk persalinan gratis. Karena ada kejanggalan, saya kemudian meminta bayi saya, tetapi saya malah diminta membayar Rp28 juta oleh bidan tersebut,” kata Yulia.
Kekecewaan Yulia akhirnya memuncak dengan mengadukan kasus tersebut ke Polres Probolinggo. Kini kasus ini ditangani Satuan Reskrim Polres Probolinggo.
“Benar, kami sudah menerima laporan tersebut. Kami sedang memeriksa pelapor dan terlapor, juga sejumlah saksi,” kata Kasatreskrim Polres Probolinggo, AKP Rachmat Ridho.
Kasatreskrim juga mengakum sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo dan sejumlah pihak terkait. Tujuannya, untuk mencari masukan dari berbagai pihak terkait polemik adopsi tersebut.
Gugurkan Kandungan
Sementara itu SW. Djando Gadohoka yang menjadi kuasa hukum tiga bidan yakni, Melin, Ria, dan Emi menceritakan hal ihwal mulai menjelang persalinan hingga bayi diadopsi orang lain. Dikatakan, awalnya Yulia bermaksud menggugurkan bayi yang dikandungnya.
“Klien saya, tiga bidan tersebut kemudian menyarankan kepada Bu Yulia untuk merawat kandungannya. Lebih baik kelak kalau sudah lahir bayi diadopsi orang lain daripada digugurkan,” kata Djando.
Karena itu begitu bayi dilahirkan, proses adopsi pun dijalankan oleh ketiga bidan itu melalui agen adopsi. Bayi pun akhirnya diadopsi dan dirawat keluarga lain.
Sisi lain, usai persalinan, Yulia tiba-tiba berubah pikiran dan menginginkan anaknya dikembalikan kepadanya. Soalnya, Yulia merasa dirinya dipaksa menandatangani surat perjanjian adopsi.
Pernyataan Yulia dibantah oleh Djando dan dikatakan tidak ada paksaan terkait prosedur adopsi. “Soal alasan Bu Yulia masih terpengaruh obat bius saat persalinan, jelas tidak masuk akal, karena efek obat bius paling lama 2 x 24 jam,” katanya.
Termasuk pengakuan Yulia diminta membayar Rp28 juta sebagai ganti persalinan jika menghendaki anaknya kembali, juga dibantah Djando. “Tidak benar ia disuruh membayar Rp28 juta,” katanya.