Polda Jatim Ungkap Sindikat Jual Beli Satwa Dilindungi
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) berhasil mengamankan jaringan jual beli satwa ilegal. Jaringan ini memburu satwa langka dan liar yang dilindungi seperti komodo, untuk diperjualbelikan secara ilegal hingga ke luar negeri.
Kejahatan itu berhasil diungkap oleh Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim. Delapan tersangka diringkus, namun, masih ada 1 tokoh utama yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Penindakan telah ditemukan binatang-binatang baik dalam keadaan hidup maupun mati yang diperjualbelikan sampai ke luar negeri. Ada hewan komodo, yang dilindungi dan konservasinya dilakukan secara khusus," ujar Dirreskrimsus Yusep, saat ditemui di Mapolda Jatim, Rabu (27/3).
Tak tanggung-tanggung mereka bahkan diduga menjual puluhan komodo dan satwa dilindungi lain, melalui akun media sosial Facebook dengan nama Thalita Juliar ke beberapa daerah di Indonesia bahkan ke luar negeri, seperti singapura dan negara Asia lainnya.
Yusep menambahkan para pelaku membandrol komodo-komodo tersebut setiap ekornya mulai dari Rp20 juta untuk dalam negeri hingga Rp500 juta untuk pembelian di luar negeri.
Pengungkapan sindikat jual beli satwa dilingungi ini bermula dari penggrebekan salah satu rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan hewan tersebut, di Kota Surabaya. Dari penggerebekan di tempat pertama ini mereka berhasil meringkus 5 tersangka dan mengamankan puluhan satwa seperti komodo, kakaktua jambul kuning, dan binturong.
"Kami mengamankan paspor sebagai bukti bahwa jaringan ini terhubung dengan jaringan internasional. Di mana untuk komodo ini diduga hingga lebih dari 41 ekor yang telah ke luar (negeri)," katanya.
Penyidikan pun dikembangkan hingga ke wilayah lain di Jatim, seperti Kabupaten Jember. Polisi kemudian berhasil meringkus 3 tersangka dan mengamankan satwa dilindungi lainnya yakni, kucing kuwuk dan lutung budeng.
Yusep mengatakan saat diamankan para pelaku tersebut berdalih hewan-hewan ini merupakan hasil budidaya sendiri. Namun karena tak adanya surat izin penangkaran, polisi kemudian mengamankannya sebagai bentuk tindak pidana.
"Mereka mengelabuhi seolah-olah hewan ini hasil budidaya. Dilihat barang bukti banyak binatang yang masih kecil, tetapi setelah diperiksa tidak ada kelengkapan dokumen kepemilikan dan surat ijin penangkaran," katanya.
Ketika digali lebih dalam, kata Yusep, para pelaku akhirnya mengaku bahwa satwa dilindungi yang usianya masih kecil tersebut didapatkan dengan sengaja menggunakan cara membunuh induknya.
"Buktinya adalah ada pecahan proyektil yang kita temukan, yang sedang kita kembangkan," kata Yusep.
Sementara itu, Kabid wilayah 2 BBKSDA, Widodo menambahkanm, pelaku mengirimkan hewan-hewan ini ke luar negeri bukan hanya untuk koleksi. Ia menduga akan lebih merugikan jika satwa tersebut dimanfaatkan genetiknya sebagai obat-obatan.
"Apabila genetiknya digunakan sebagai industri di luar negeri maka akan berlipat ganda keuntungannya," kata Widodo.
Akibat perbuatan yang mengancam ekosistem satwa terlindungi di Indonesia tersebut. Para tersangka terancam Undang-Undang nomor 5 tahun 1980 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40 ayat (2), Pasal 21 ayat (2) huruf a, b, dan d. Dengan hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta. (frd)
Advertisement