Polda-Imigrasi Bali Deportasi 105 Warga Cina
Wakapolda Bali, Brigjen (Pol) I Wayan Sunartha, mengatakan 105 orang warga Cina yang terdiri atas 11 orang perempuan dan 94 orang laki-laki akan diproses hukum sesuai ketentuan di Cina, meski lokasi kejahatan di Indonesia.
Kepolisian Daerah Bali bersama Kantor Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Denpasar mendeportasi 105 orang warga Cina yang melakukan kejahatan daring (cyber fraud) di negara asalnya.
"105 warga Tiongkok (Cina) yang menggunakan visa wisatawan ini dipulangkan dengan menggunakan pesawat Airbus A320-232 Pukul 12.00 Wita," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, Kuta Selatan, Badung, Bali, Amran Aris, di Bandara Ngurah Rai, Bali, Rabu.
Ia menerangkan, 105 warga Cina yang dideportasi ini selain melakukan kejahatan daring, masa tinggal di Bali juga sudah melebihi batas waktu yang ditetapkan atau lebih dari 36 hari. "Mereka tidak dikenakan tindak pidana keimigrasian dalam kasus ini, namun dideportasi karena melakukan kejahatan daring itu," ujarnya.
Amran menegaskan, pemulangan 105 warga Cina ini tidak mengalami kesulitan karena untuk carter dua pesawatnya sudah disipakan kepolisian negara Cina. "Pemerintah Cina mendatangkan dua pesawat ke Bali khusus menjemput mereka," katanya.
Untuk ke depannya, pihaknya akan melakukan pengawasan ketat terhadap semua warga asing yang masuk ke Bali. namun tidak mengkhusus terhadap beberapa negara saja. "Untuk satgas Imigrasi saat ini sudah optimal karena jumlah SDMnya sudah banyak dan ada juga tim Pora yang disiagakan," ujarnya.
Sementara itu, Wakapolda Bali, Brigjen (Pol) I Wayan Sunartha, mengatakan 105 orang warga Cina yang terdiri atas 11 orang perempuan dan 94 orang laki-laki akan diproses hukum sesuai ketentuan di Cina.
"Penangkapan 105 warga Tiongkok yang melakukan kejahatan daring ini merupakan kerja tim gabungan Polda Bali, Polresta Denpasar dan bekerjasama dengan kepolisian Cina dalam melakukan investigasi," katanya.
Selanjutnya, dalam upaya melakukan deportasi ke negara asalnya, Polda Bali bekerjasama dengan Kantor Imigrasi Khusus Bandara Ngurah Rai. "Ke depan apabila ada kejadian serupa, kami siap menangani kejadian dengan cepat dan hari ini dilakukan penyerahan warga Cina kepada kepolisian Tiongkok," katanya.
Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Bali, Agung Kanigoro menambahkan, dari hasil pendalaman kasus ini, sampai saat ini diketahui mereka keluar masuk melalui Bandara Ngurah Rai dan tidak ada sindikat khusus dalam kasus ini, karena mereka juga sambil berwisata dan sambil melakukan aksi kejahatan.
"Kami juga sempat menangkap 11 orang warga Indonesia dalam kasus ini yang hanya kami jadikan saksi, karena mereka hanya sebagai pembantu rumah tangga saat terjadi penggerebekan di tiga lokasi perumahan yang disewa warga Tiongkok ini," ujarnya.
Hingga saat ini, Kepolisian Cina masih melakukan penyelidikan terkait apakah ada sindikat dalam kejahatan daring ini. "Dalam kasus ini mereka ditargetkan harus mendapat korban dari negara Tiongkok dan menguras uangnya minimal Rp2 miliar selama dua minggu," katanya.
Sebelumnya, Tim gabungan Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali bersama Satgas "counter terrorism organised crime" (CTOC)/ Sabata Polda Bali itu, berhasil mengamankan 105 warga asal Tiongkok di tiga lokasi yakni di TKP Jalan Perumahan Mutiara Abianbase, Badung, polisi mengamankan 43 warga Tiongkok.
Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan barang bukti 51 unit telepon, satu laptop, 43 buah paspor, lima unit telepon seluler, dua unit router, dua unit printer dan 26 unit HUB.
Tidak hanya itu, polisi juga berhasil menangkap 30 orang di TKP Jalan Bedahulu XI Nomor 39 Denpasar, dengan barang bukti 20 unit telepon, dua laptop, satu buah paspor, 13 unit router.
Untuk penangkapan di TKP ketiga di Jalan Gatsu I Nomor 9 Denpasar berhasil mengamankan 32 orang, dengan barang bukti 28 unit telepon, dua laptop, 38 buah paspor, tiga unit router dan satu unit HUB.
Dalam pengungkapan kasus ini, Polda Bali memiliki tim analisis yang mendeteksi keberadaan para pelaku yang melakuka komunikasi yang tidak wajar dari Bali ke Cina.
Dalam aksinya, mereka menghubungi warga Cina dengan mengaku sebagai aparat kepolisian dan kehakiman untuk menggelabuhi korbannya dengan menggunakan alat canggih.
Para pelaku ini sudah memiliki data korban dan meyakinkan data lainnya bahwa yang menghubungi itu adalah petugas keamanan atau hukum yang ada di Cina. Setelah berhasil mengintimidasi targetnya dan setelah korbannya mengirimkan sejumlah uang kepada sindikat ini langsung kabur. (ant)