Pokmas Pancagatra Blitar Minta Redistribusi Lahan Konflik Agraria
Kelompok Masyarakat (pokmas) Pancagatra hearing dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar di ruang Kantor DPRD, Kanigoro Kabupaten Blitar Selasa 24 Oktober 2023. Dalam hearing, Pokmas Pancagatra meminta redistribusi lahan di wilayah konflik agraria di Kabupaten Blitar.
Pokmas Pancagatra dalam hal penyelesaian konflik agraria di Blitar didampingi kuasa Hukum Supiarno. Hearing dengan dewan diterima Panoto anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar.
Kuasa hukum dari Pokmas Pancagatra Supiarno, di depan gedung DPRD Kabupaten Blitar, mengatakan, "Hearing dengan Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, menyampaikan enam obyek pokmas di 5 desa wilayah konflik agraria,” ujarnya pada Selasa 24 Oktober 2023.
Supiarno menambahkan enam obyek pokmas di lima desa meliputi: dua pokmas di desa Tulungrejo Kecamatan Gandusari dan Pokmas lainnya di Dusun Panggungasri Desa Panggungrejo Kecamatan Panggungrejo, Dusun Ngrandan Desa Serang, Desa Rejoso Kecamatan Binangun, dan Dusun Banjarsari Desa/Kecamatan Wonotirto.
Keenam obyek wilayah konflik agraria antara Pokmas dengan Pemerintah Kabupaten Blitar, Pokmas dengan Perum Perhutani, dan Pokmas beririsan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Lanjut Supiarno, Konflik Agraria meliputi konflik yang masih tumpang tindih. Permasalahan penguasaan, seperti Pemda (Kabupaten Blitar), walaupun sudah mempunyai sertifikat sejak tahun 2005 tapi tidak menguasai. "Pemerintah daerah tidak. menguasai yang menguasai Rakyat" tegasnya.
Supiarno menjelaskan, terkait dengan TNI, maksudnya tidak berkonflik, tetapi posisi wilayah konfliknya beririsan dengan posisi di lahan TNI di Gunung Nyamil. Dia mengingatkan kepada pihak-pihak untuk tidak menambah eskalasi konflik dengan masyarakat.
"Konflik warga sudah ada, kami tidak memanas-manasi, kami ingin ada jalur komunikasi untuk bermusyawarah dan berdiskusi," jelasnya.
Supiarno menyebutkan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan permasalahan konflik agraria hanyalah melalui redistribusi lahan.
"Solusinya tiada lain sesuai permohonan kita dan sesuai yang diterima oleh para pejabat petinggi di negeri ini, baik di kantor stad presiden, kemudian di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia maupun di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN)," tegasnya.
Perwakilan Pokmas menolak program kehutanan sosial dan program permukiman. Dia mengingatkan kepada TNI agar tidak memaksakan kehendak.
"Saya berharap sekali TNI jangan memaksakan kehendak seolah-olah berperang dengan rakyatnya sendiri," paparnya.
Terkait irisan konflik pokmas dengan TNI, Supiarno menyebut wilayah konflik Pokmas yang posisi tanahnya berada di Gunung Nyamil. Yaitu Di Dusun Ngrandan Desa Serang obyeknya beririsan dengan TNI. Dan yang berhadapan langsung denga TNI di wilayah Ngeni dan Ngadipuro.
Supiarno merinci wilayah konflik yang diminta untuk redistribusi meliputi di Tulungrejo seluas 900 ha, Klangkapan 129 ha, Rejoso 562 ha, Panggungasri desa Panggungrejo seluas 350 ha , Banjarsari, 1014 ha, Ngrandon, 90 ha.
Pokmas Pancagatra lanjut Supiarno, bersikukuh meminta redistribusi di lima desa wilayah konflik: "Bahwa rakyat sudah 25 tahun tanah dimanfaatkan untuk lahan garapan oleh banyak puluhan ribu keluarga yang manggarap tanah ini," tandasnya.
Supiarno mengklaim, sejarah tanahnya sudah mempunyai syarat sebagai obyek Tanah Obyek Reforma agraria (Tora).
Selanjutnya berdasarkan, Terbitnya Perpres (Peraturan Presiden) No 63 tahun 2023 yang baru disahkan beberapa pekan lalu, perlunya percepatan penyelesaian konflik agraria (intesitas penanganannya), Supiarno menyebutkan kekurangan 12 juta ha bidang tanah yang belum di retistribusi.
Administrator KPH Blitar Muslikhin mengatakan dirinya menghormati persepsi masyarakat tanah tersebut merupakan kawasan Tora. “Saya kepingin tanya dulu dasar bahwa tanah itu dianggap sebagai reforma agraria itu apa contoh kalau mereka mengklaim tanah itu eks regendom, atau hak erfpacht (hak pemegangnya untuk menikmati kebendaan) atau apa harus kita ketahui," ujarnya.
Muslikin menjelaskan tanah yang disebutkan di atas sepengetahuannya merupakan kawasan hutan bukan kawasan Tora yang bisa dibagi.
"Sampai saat ini sepengetahuannya belum ada kawasan hutan yang masuk menjadi kawasan yang ada skema PTPKH, yaitu penggunaan kawasan yang tidak prosedural yang mana SK-nya sudah dalam proses, karena lokasi-lokasi exsisting yang berupa bangunan," jelasnya.
Muslikin mencontohkan bangunan berupa rumah yang dari dulu digunakan bertahun- tahun atau lebih dari lima tahun. "Kemarin prosesnya diajukan dulu oleh tim dan oleh pemerintah daerah bersama dicek oleh Perum Perhutani dan sebagainya dan diputuskan oleh SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehitaman (LHK)," paparnya.
Menurutnya penggunaan kawasan hutan yang digunakan untuk pertanian dan perkebunan belum ada skema pelepasan. Sedangkan yang ada pemberian skemanya akses kelola, melalui apa? “Melalui Perhutanan Sosial dengan berbagai skema,” tegasnya.
Ditambahkan, "Konsep apa kalau perhutanan sosial, berarti konsep pemanfaatan dengan kelola kerja sama yang mana kawasan hutan harus tetap kembali sebagaimana fungsinya. Tetapi masyarakat boleh mengakses, boleh memanfaatkan. Untuk kegiatan bercocok tanam tetapi ada aturan- aturan yang harus ditaati," ungkapnya.
Tambah Muslikin, "Bagaimana hasilnya harus membayar biaya kalau itu kelola kerja sama dengan Perhutani harus ada sharing dengan Perhutani. Skema kerja sama yang ditawarkan oleh Perhutani sesuai SK ada 50 persen harus ada tanaman kehutanan.
Muslikin menyebut sudah ada 33 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang sudah melakukan PKS Perjanjian Kerja Sama (PKS) dari kurang lebih 40 kelompok LMDH di Kabupaten Blitar, yang 7 kelompok masih on proses karena agak ekstra alot untuk diedukasi terus.
Terhadap mereka yang masih menolak Muslikin mengaku akan terus melakukan edukasi, "Nanti kami akan mengkomunikasikan ini kepada, kebetulan kami ada Memorandum of Understanding dengan kejaksaan yang merupakan pengacara negara," tandasnya.
Muslikin menargetkan Blitar dalam jangka 4 tahun bisa menjadikan kawasan hutan yang sudah tertanam.