Kado Pahit PNS Pemkot Surabaya Jelang Lebaran, Risma Positif Tak Berikan THR
Wali Kota Tri Rismaharini kukuh dengan pendiriannya bahwa pembiayaan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kota Surabaya tak bisa diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab, APBD itu sudah terploting dan perhitungannya sudah rigid.
Ditemui di rumah dinasnya, di kawasan Sedap Malam, Surabaya, Risma enggan memberikan keterangan pada awak media. Ia malah sibuk menemui para tamu dan undangannya, Kamis, 7 Juni 2018, petang
"Jangan tanya soal THR," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Surabaya, Muhamad Fikser, usai mendampingi Risma.
Setelah sekian lama menunggu, Risma tetap enggan melayani wawancara. Awak media lalu mencoba mengkonfirmasi ihwal pengucuran THR ini pada Fikser.
"Ibu (Risma) tidak mau bahas soal ini, karena waktunya mepet, karena harus ke BAK dan DPRD," kata dia.
Fikser mengatakan, bila THR tetap dicairkan untuk PNS, Risma khawatir keputusan itu akan menimbulkan polemik yang lebih panjang lagi di kalangan pegawai outsourcing dan honorer pemkot yang tak dapat jatah THR. Sebab, dalam surat Mendagri hanya PNS saja yang tercantum dan berhak.
Hal itu bertentangan dengan aturan Pemkot yang mengatur bahawa pegawai outsuorcing selama ini mendapatkan hak yang sama dengan PNS. Saat ditanya apakah THR benar-benar tak dicairkan oleh Pemkot Surabaya, Fikser menjawab "Iya," singkatnya.
APBD Surabaya pada tahun 2018 mencapai Rp 9.1 triliun. Kendati demikian, Risma tetap enggan menggunakannya untuk kepentingan THR. Sebab, anggaran itu sudah diplotting dan sudah rigid.
Sebelumnya, Risma menilai, keputusan pembiayaan THR yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri itu adalah hal yang tiba-tiba. Bahkan, kemarin di depan awak media, ia sempat bertanya balik, "Ya gimana, aku dapat uang dari mana?" kata dia, Rabu, 6 Juni 2018.
Perencanaan itu, kata Risma telah sesuai dengan kebutuhan Kota Surabaya, dan menjadi pedoman dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Kebutuhan itu di antaranya infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan masyarakat.
"Perencanaan anggaran itu harus melalui persetujuan DPRD. Saat kita masukkan ke DPRD itu ada itung-itungannya. Misal untuk gaji sekian dan tunjungan sekian. Itu sudah ada rinciannya. Kalau tiba-tiba kemudian ada sesuatu yang baru, saya nggak berani," ujarnya.
Semua anggaran itu, sudah sesuai perencanaan dan alokasinya masing-masing, tak ada yang lebih, ataupun yang kurang. Kalaupun nanti ada dan tak terpakai, dana itu menurutnya akan lebih baik jika digunakan untuk kepentingan tak terduga seperti perbaikan proyek infrastruktur.
"Kita alokasikan anggaran lebih, ya nggak bener itu manajemen keuangannya. Kalau di situ anggaran nggak kepake, ya yang rugi Kota Surabaya. Karena itu mestinya bisa jadi pemecahan masalah. Bisa digunakan misalnya untuk saluran pencegahan banjir, dan penyediaan lapangan kerja," ujar Risma. (frd)