PNF Siap Jika Diajak Gabung Tim Peneliti Vaksin Nusantara
Dalam sebuah karikatur, nama Prof. C.A.Nidom dicantumkan sebagai salah satu peneliti yang mendukung Vaksin Nusantara. Saat dihubungi Ngopibareng.id Ketua Riset Covid & Formulasi Vaksin, Professor Nidom Foundation (PNF) ini menyebut dirinya sebenarnya tak tergabung dalam tim peneliti Vaksin Nusantara. Namun meski demikian, dia mengungkapkan, dirinya tak keberatan dengan karikatur tersebut.
Nidom pun menjelaskan, dirinya bukan anggota dari tim peneliti vaksin Nusantara, tapi dirinya sangat respect terhadap teknologi yang digunakan vaksin Nusantara, yakni penggunaan sel dendritik (SD).
"Arti kata dukung sepertinya tidak tepat. Bahwa saya sebagai saintis punya keyakinan dengan teknologi sel sendritik (Vaksin Nusantara) ini pandemi bisa dikendalikan," kata Nidom, Selasa, 20 April 2021.
Meski saat ini pihaknya belum menjadi bagian dari tim peneliti vaksin Nusantara. Nidom mengaku PNF sudah siap apabila tim vaksin Nusantara mengajaknya untuk bergabung.
"Kami siap. Karena menjadi peneliti suatu masalah harus punya keyakinan bahwa bisa dilaksanakan dan bermanfaat. Tidak sekadar hanya karena ada dana," jelasnya.
Ia pun menegaskan, apabila pihaknya tidak dilibatkan dalam penelitian vaksin Nusantara. Sel Dendritik akan menjadi fokus riset para peneliti di PNF.
"Mulai sekarang fokus riset PNF akan mendalami masalah sel dendritik ini. Selain riset-riset yang ada. PNF juga memiliki banyak peneliti-peneliti milenial, ini harus dibangun semangatnya dan kecintaanya terhadap iptek, bukan semata-mata kepada materi," paparnya.
Nidom pun mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan beberapa penelitian dan alat untuk penelitian Sel Dendritik.
"Mulai hari ini menginventaris semua peralatan yang dibutuhkan serta bahan-bahan yang diperlukan," imbuhnya.
Ia pun menambahkan, beberapa alasan kenapa dirinya dan PNF sangat tertarik dengan penelitian vaksin dengan teknologi Sel Dendritik.
"Saya akan uraikan perbedaan antara vaksin konvensional (vaksin yg saat ini sedang disuntikkan) dengan vaksin Sel Dendritik (Vaksin Nusantara). Vaksin konvensional prinsipnya menyuntikkan kuman penyakit atau bagian dari kuman baik alami atau buatan. Kemudian dicampur bahan-bahan kemudian dilakukan pengujian," kata Nidom.
Jelas Nidom, proses menyiapkan vaksin ini bisa bulanan atau tahunan. Keunggulan vaksin konvensional bisa disuntikkan secara masal. Kelemahan vaksin konvensional, selain waktu, juga tidak bisa adaptasi terhadap mutasi virus.
Sementara untuk vaksin Sel Dendritik merupakan darah dari orang yang divaksin diambil 50 ml, kemudian dibiakan di dalam laboratorium selama 5 hari. Kemudian disisihkan sel dendritknya.
"Setelah memperoleh sel dendritik dalam jumlah yang cukup. Kemudian sel dendritik diinkubasi dengan antigen selama 24-36 jam. lalu sel dendritik yang dinkubasi tersebut disuntikkan pada orang yang punya sel dendritik tersebut," imbuhnya.
Ia melanjutkan, bahwa keuntungan pembuatan vaksin cuma butuh waktu 7-8 hari dan juga dapat mengantisipasi mutasi virus di lapangan.
"Dapat diberiksn kepada lansia, komorbit, autoimun bahkan kepada anak-anak. Kelemahannya masih bersifat individu tidak dapat dibuat vaksinasi masal," tutupnya.