PMII Lamongan Demo Tuntut Pertanggungjawaban Penghapusan Bantuan Dusun
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Lamongan menggelar aksi unjuk rasa di tiga titik sasaran.
Pertama di gedung DPRD dilanjutkan ke Kantor Pemkab Lamongan dan berakhir di depan Pendapa Lokatantra, yang sekaligus kompleks rumah dinas bupati.
Aksi PMII menuntut pertanggungjawaban pemerintah tentang penghapusan program bantuan dusun (bansun). Aksi juga mendesak Pemkab untuk merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Mestinya bansun cair pada Agustus 2024. Tetapi hingga saat ini belum juga cair. Tapi, malah program dihapus," teriak salah seorang mahasiswa saat berorasi, Senin, 16 Desember 2024.
Saat aksi sejumlah mahasiswa juga membentang poster yang bertulisan kritik dan sorotan tajam terhadap Pemkab dan bupati. Yakni, terkait janji politik pada Pilkada periode pertama.
Aksi sempat diwarnai ketegangan antara mahasiswa dan aparat kepolisian. Terjadi saling dorong karena mahasiwa merangsek ingin memasuki kantor pemkab. Mereka ingin menemui dan ditemui langsung Bupati Yuhronur Efendi. Tanpa diwakilkan pejabat lain.
Upaya bertemu bupati di kantor Pemkab gagal, mahasiswa bergeser menuju ke pendapa. Mereka melanjutkan aksi dan tetap meminta untuk ditemui langsung bupati.
Menurut Ketua PC PMII Lamongan, Rois, aksi ini dilakukan untuk menuntut pertanggungjawaban bupati atas penghapusan bansun. Karena merugikan masyarakat dusun.
Disebutkan, banyak dusun sudah melakukan pembangunan dengan dana talangan. Setelah itu dan akan mengembalikannya dengan bantuan bansun tersebut.
"Ternyata pemerintah mengorbankan program bansun dengan alasan kekurangan anggaran," ujarnya.
Aksi PMII yang dimulai siang hari juga menyoal tentang ketidaksesuaian antara APBD Kabupaten Lamongan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022. Yakni, tentang hubungan keuangan pusat dan daerah.
PMII menilai, belanja pegawai di Kabupaten Lamongan melebihi batas maksimal 30 persen. Sehingga berdampak pada tata kelola anggaran hingga anggaran kabupaten tidak beraturan.
Karena itu PMII mendesak agar DPRD dan Pemkab Lamongan segera merevisi APBD agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memastikan transparansi serta tepat sasaran dalam penggunaan anggaran.
Menanggapi aksi tersebut, Asisten I Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Joko Nursiyanto, menyatakan bahwa kebijakan belanja Pemkab Lamongan sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Disebutkan, anggaran untuk pendidikan minimal 20 persen dan anggaran untuk kesehatan serta infrastruktur minimal 40 persen. Adapun soal bansun, merupakan bentuk bantuan yang tidak selalu harus dipenuhi.
Landasannya, pemkab harus mendahulukan pemenuhan anggaran untuk kebutuhan wajib. Seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya
"Kalau belanja wajib semua sudah terpenuhi baru program bantuan bisa dilaksanakan. Bagaimana memenuhi tuntutan kalau yang wajib saja belum terpenuhi. Itu pun juga ketersediaan anggaran," terangnya.
Asisten I Joko Nursiyanto menambahkan, program dana bansun tahun ini tidak dicairkan juga karena ada surat edaran dari kementerian keuangan yang menyebutkan agar tidak mencairkan dana bantuan di masa-masa Pilkada. "Karena dikhawatirkan ditunggangi untuk kepentingan Pilkada," tandasnya.
Sementara itu, memasuki waktu sore hari, tepatnya usai waktu asy’ar. Aksi mahasiswa PMII akhirnya membubarkan diri karena tidak ditemui bupati.
Advertisement