PLN Tak Bayar Penuh THR Pekerja Alih Dayanya, SP Konsolidasi
Perusahaan Listrik Negara (PLN) dikabarkan belum membayar penuh Tunjangan Hari Raya (THR) untuk pekerja alih daya. Kabar ini pun didengar oleh anggota DPR RI Obon Tabroni. Obon Tabroni pun bereaksi ketika mendengar kabar terkait dengan adanya perusahaan alih daya di lingkungan BUMN yang terindikasi tidak membayar THR secara penuh.
Kata Obon Tabroni, pihaknya menerima pengaduan dari sejumlah pekerja alih daya (outsorcing) di lingkungan PLN yang tidak membayar THR secara penuh.
“Per tanggal 4 Mei 2021 para pekerja outsourcing di PLN dari berbagai daerah sudah menerima THR. Namun THR yang diterima tidak sesuai dengan upah yang biasa diterima setiap bulannya. Padahal dalam ketentuannya, pekerja yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun besarnya THR yang seharusnya diterima adalah 1 bulan upah secara full (tidak dipotong),” kata Obon.
Merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 3 ayat 1 huruf (a), “Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah”. Kemudian pada Ayat 2 pengertian upah 1 (satu) bulan adalah upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih atau upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Hal ini juga dipertegas lagi pada Surat Edaran Mentri Ketenagakerjaan No. M/6/HK.04/IV/2021 pada No.2 huruf (a) bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.
Karena itu, Obon meminta agar perusahaan di lingkungan BUMN, membayar THR secara penuh. Khususnya kepada pekerja alih daya outsourcing.
“Harusnya perusahaan di lingkungan BUMN yang notabene milik negara menjadi contoh baik dalam pembayaran THR dan hak-hak buruh yang lainnya,” kata Obon Tabroni.
Sekretaris Tim Nasional OS PLN (SPEE-FSPMI) Machbub menduga, permasalahan ini bermula dari dikeluarkannya Perdir PLN No. 0219 yang dibuat oleh PLN sebagi rujukan para vendor-vendor dalam perhitungan pembayaran THR.
“Perdir tersebut berusaha menghilangkan dua komponen upah berupa Tunjangan Tetap yaitu Tunjangan Kompetensi dan Tunjangan Delta. Kalau kita berpedoman bahwa tunjangan tetap adalah tunjangan yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran, dan tunjangan kompetensi dan tunjangan delta tersebut diterima setiap bulan oleh pekerja, maka tidak ada alasan untuk PLN menghilangkan dua komponen upah tersebut,” tambahnya.
“Rata-rata pemotongan THR pekerja di kisaran Rp. 300.000. Jika dikalikan kira-kira 50.000 pekerja outsourcing PLN di seluruh Indonesia, kira-kira buruh dirugikan Rp15 Miliar,” tegas Machbub.
Menurutnya, saat ini seluruh Serikat Pekerja OS PLN di masing-masing daerah di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Serikat Pekerja Elektronik Elektrik- Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE-FSPMI) sudah merapatkan barisan untuk melakukan konsolidasi intensif, melaporkan kepada Disnaker serta pengawas ketenagakerjaan setempat.
“Apabila cara-cara perundingan yang dilakukan mengalami deadlock pihak perusahaan tetep pada pendiriannya memotong THR para pekerja OS diseluruh Indonesia, maka dipastikan akan ada suatu gerakan mobilisasi masa besar-besaran pekerja OS PLN Se DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten yang akan mendatangi kantor PLN Pusat di Jakarta dan untuk di luar 3 (tiga) wilayah itu akan mendatangi kantor wilayah PLN di masing-masing daerah.”
Advertisement