Planet Cup, Mencarikan Lawan Klopp
Minggu pagi lalu saya membaca analisis lucu. Tentang tidak mungkin lagi adanya klub di planet ini yang bisa mengalahkan Liverpool.
Yakni setelah klub itu dinyatakan sebagai yang terkuat di planet bumi saat ini.
Begitu sulit mencarikan lawan yang kira-kira mampu mengalahkan Liverpool saat ini.
Barcelona?
Tim ini dipermalukan begitu hinanya. Hanya oleh trik tendangan sudut Alexander.
Real Madrid?
Sudah lama lumpuh.
Bayern?
Apalagi.
Semula Ajax memberi harapan. Tapi layu sebelum ejakulasi.
Lalu analis itu mencari tim dari Amerika Latin. Oh.. Ya. Amerika Latin.
Maka tim terbaik dari Amerika Latin pun didatangkan ke Qatar: Flamingo.
Sama saja. Tidak mampu.
Bahkan tim itu sudah harus takluk di babak pertama. Kalau wasitnya bukan yang itu.
Analis itu pun putus asa. Sampai akhirnya ia menemukan analis lain yang berpikiran out of the box.
Ternyata bisa ditemukan.
Ada satu orang yang tahu klub seperti apa yang bisa menandingi Liverpool. Memang, belum tentu bisa menang. Tapi boleh juga dicoba. Untuk suatu kejuaraan antar planet jagad raya.
Orang itu pun mencoba membuat susunan pemain ideal untuk menghadapi Liverpool itu.
Susunan itu sebagai berikut:
Penjaga gawang: ALF
Pemain belakang kanan: Roger.
Pemain belakang tengah: Chewbacca.
Pemain belakang kiri: Marin the Martian.
Gelandang bertahan: Yoda.
Gelandang tengah: KangKodo.
Wingersnya: Stitch dan Randall.
Penyerang tengah: ET.
Karakter mereka cocok untuk menghadapi gaya masing-masing posisi di Liverpool.
ET, misalnya, akan bisa menaklukkan kiper Alisson. Terutama kalau situasinya sudah one on one.
Chewbacca juga dianggap bisa menghadang Mane. Bahkan Chewbacca punya kemampuan mengaburkan kamera kalau akhirnya dibutuhkan jasa VAR.
Susunan pemain seperti itu dibuat dengan satu realitas: tidak ada lagi tim di muka bumi yang bisa mengalahkan Liverpool.
Maka perlu didatangkan tim dari angkasa luar itu.
Itu pun harus gabungan klub superhero. Ternyata tidak ada satu pun tim Angkasa Luar yang komplet untuk segala posisi.
Klub Starwars, misalnya, terlalu didominasi oleh Chewbacca. Padahal di sepak bola itu satu bintang tidak menjamin bisa membuat menang.
Messi misalnya, tidak akan bisa berbuat banyak kalau tidak ada Suarez, ups, alumni Liverpool juga.
Buktinya, tim Argentina kalah terus meski ada Messi di sana.
Atau Manchester City. Aguero tidak berarti tanpa Sterling, ups, juga Liverpool.
Tapi saya setuju dengan Klopp of the Top: biarlah Messi menerima lagi Ballon d'Or. Toh, masa depan hanya Liverpool yang punya.
Saya juga setuju dengan Klopp of the Pop yang karakternya begitu menghargai lawan.
Klopp sebenarnya tahu bakal bisa mengalahkan juara Amerika Latin itu. Kan tidak ada pemain Flamingo yang begitu hebatnya sampai dipakai oleh Eropa.
Tapi bukan Klopp kalau tidak Mob. Ia mengatakan dengan santunnya: pemain Flamingo itu sebenarnya hebat-hebat. Bahwa tidak ada yang bermain di Eropa itu karena mereka terlalu mencintai Kota Rio de Janeiro.
Klopp juga begitu sopan dalam menyikapi jadwal yang menyudutkan Liverpool. Yakni ketika dipaksa harus main tanggal 18 dan 19 Desember.
Mana ada jadwal seperti itu --kalau tujuannya bukan untuk mempermalukan Liverpool.
Padahal dua-duanya pertandingan penting. Yang satu perempat final Piala Liga. Satunya lagi semifinal Piala Dunia.
Pun Klopp tidak protes. Tidak ngambek. Tidak bakar-bakar.
Ia mengatakan: kami tidak keberatan dengan jadwal pertandingan seperti itu.
Asal lapangannya berdekatan.
Masalahnya: yang perempat final lawan Aston Villa itu harus di Kota Birmingham, Inggris. Yang semifinal itu harus di Doha, Qatar.
Ternyata jadwal tetap tidak bisa diubah. Klopp pun tetap mengirim tim kid on the Klopp ke Aston Villa.
Itulah tim masa depan.
Salah satu pemainnya berumur 16 tahun. Kebanyakan berumur 17-18-19 tahun. Hanya dua-tiga boy yang berumur 23 tahun.
Harusnya Klopp of the Top diberi kartu merah. Bisa dianggap contempt of league.
Bagaimana bisa Klopp mengirim tim berumur 16 tahun untuk babak perempat final kejuaraan Inggris.
Coba lihat. Yang dikirim itu bukan saja the kid on the Klopp. Gaya permainan mereka pun semua masih sama: flamboyan. Setipe dengan Alexander semua. Tidak ada gaya yang titisan Mane atau Sterling.
Dan Klopp betul dengan keputusannya --Klopp harus selalu betul-- untuk mengirim tim inti ke kejuaraan dunia.
Dan Klopp sukses.
Sebenarnya sudah banyak yang ingin mengganjar Klopp kartu merah. Agar ia tidak menenggelamkan pelatih-pelatih top dunia seperti Guardiola.
Segala intelijen sudah dikerahkan. Tujuannya satu: untuk mencari kelemahan Klopp. Masak manusia tidak punya kelemahan.
"Tapi, semakin diselidiki justru kelebihan Klopp yang ditemukan," ujar seorang intelijen.
Bahkan sang intelijen sendiri yang akhirnya justru jatuh hati pada Klopp. Dari mencurigai ke mencintai.
Akhirnya dicarilah kelemahan Klopp di soal wanita. Siapa tahu pernah punya pacar gelap.
Tidak ditemukan.
Siapa tahu istrinya tidak bahagia.
Ternyata sang istri sangat bahagia.
Siapa tahu sang istri seorang pemabuk atau mata duitan.
Yang ditemukan justru sebaliknya: Istri Klopp seorang pekerja sosial. Pekerjaannyi membantu orang-orang yang harus dibantu.
Begitu mulianya istri Klopp.
Dicari pula cara untuk membenturkan Klopp dengan pemainnya. Dipanas-panasilah mengapa Xherdan Shaqiri jarang dimainkan.
Padahal dua kali dimainkan dua kali bikin gol. Shaqiri bikin malu dengan mencetak gol ke gawang MU. Sampai pelatih MU diberhentikan --Mourinho.
Shaqiri dipasang lagi saat lawan Everton. Bikin gol. Sampai pelatih Everton diberhentikan.
Tapi kenapa Shaqiri jarang dipasang?
Ternyata ada alasan kemanusiaan yang serius. "Kalau Shaqiri dipasang terus habislah semua pelatih Liga Inggris"!
Tapi tetap saja harus dicarikan lawan yang bisa membuat Klopp tahu diri: ya itu tadi, ditemukanlah tim angkasa luar.
Saya setuju dengan itu.
Kalau FIFA kesulitan mengadakan kejuaraan "Antar Planet Cup" itu, DI's Way siap menyelenggarakannya.
Selamat HARI NATAL! (Dahlan Iskan)