PKS: Larangan Presiden Mengadakan Buka Bersama Keliru
Surat edaran Presiden Jokowi yang melarang pejabat negara menyelenggarakan buka bersama, jadi polemik anggota Komisi Hukum DPR RI Muhammad Nasir Djamil. Dia meminta kepada Presiden Joko Widodo agar mencabut larangan pejabat berbuka puasa bersama dengan alasan sedang menghadapi masa transisi pandemi Covid-19.
Larangan ini menunjukkan bahwa Presiden dinilai tidak peka dengan tradisi berbuka puasa yang merupakan kearifan lokal umat Islam di Indonesia.
Menurut Nasir, justru saat ini Indonesia sudah bebas dari pandemi Covid-19. Bahkan Presiden Jokowi dan para pejabat kementerian sudah tidak pernah lagi memakai masker beberapa bulan belakangan ini. Rapat-rapat di DPR RI juga saat ini sudah sangat sedikit yang memakai masker.
Nasir membandingkan konser musik di Stadion Utama Gelora Bung Karno pekan lalu yang mengakibatkan rumput GBK itu rusak. "Mengapa tidak dipersoalkan, padahal pungunjungnya ribuan," kata Nasir dalam pernyataanya Jumat 24 Maret 2023.
“Jangan-jangan larangan buka puasa bersama dikuatirkan oleh rezim akan menjadi konsolidasi umat Islam menjelang Pilpres”, ujarnya.
Dikatakan, larangan itu sangat kontras dengan penyelenggaraan pesta perkawinan yang selama ini dilakukan oleh para pejabat, baik kementerian dan lembaga. Bahkan pesta anak Pak Jokowi di Solo juga menghadirkan banyak tamu undangan.
“Jadi dimana relevansinya pejabat dilarang buka puasa bersama. Saya menduga ini bukan orisinil ide Pak Jokowi. Tapi ada pihak yang membisikkan kepada beliau,” ujar politisi PKS tersebut
Karena itu, sambung Nasir, Pak Jokowi jangan ragu untuk mencabut larangan tersebut. Bulan Ramadan adalah bulan kegembiraan dan kesempatan bagi pejabat untuk berbuka puasa bersama dengan masyarakat.
“Apapun alasan Pak Jokowi, melarang pejabat berbuka puasa bersama kurang sejalan dengan revolusi mental yang digaungkan Pak Jokowi sendiri,” ujar Nasir.
Sebelumnya Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis juga melontarkan kritik. Ia menyebut larangan buka puasa bersama kurang tepat dan tak sesuai tradisi keagamaan.
Bisa Diplesetkan
Mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra menilai surat yang bersifat rahasia namun bocor ke publik itu bukanlah yang didasarkan atas kaidah hukum tertentu, melainkan sebagai kebijakan (policy) belaka. Sehingga, setiap saat dapat diralat setelah mempertimbangkan manfaat-mudharatnya.
Oleh karena itu, lanjut pakar hukum tata Negara ini, menyarankan agar Sekretaris Kabinet meralat surat yang bersifat rahasia itu dan memberikan keleluasaan kepada pejabat dan pegawai pemerintah serta masyarakat yang ingin menyelenggarakan kegiatan buka bersama.
"Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan pemerintah dan menuduh pemerintahan Presiden Jokowi anti Islam," ujarnya.