PKL Srikana Tanya Kejelasan Nasib, Dijawab Pakai C*K Camat Gubeng
Hari-hari tenang para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Srikana Surabaya berubah menjadi resah setelah datangnya surat undangan sosialisasi dari Kecamatan Gubeng Surabaya. Dalam surat undangan tersebut termuat informasi jika sosialisasi ini dilakukan berkaitan dengan rencana penataan PKL di lokasi tersebut. Dalam surat undangan itu juga menyebutkan area yang selama ini dimanfaatkan oleh PKL akan dijadikan Sentra Wisata Kuliner.
Patuh dengan rencana penataan PKL di Jalan Srikana itu, para pedagang kemudian menghadiri acara sosialisasi yang dilaksanakan pada Rabu 1 Maret 2022 lalu, di Kantor Kecamatan Gubeng Surabaya. Para pedagang tak datang sendiri, melainkan didampingi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Mulanya, sosialisasi tersebut mulanya berjalan lancar. Camat Gubeng, Eko Kurniawan Purnomo, memaparkan jika nantinya lokasi tersebut akan dibangun Sentra Wisata Kuliner. Jika Sentra Wisata Kuliner sudah berdiri, akan diberlakukan sistem shift untuk pedagang. Dengan sistem dagang shift, harapan Pemkot Surabaya akan ada lebih banyak lagi pedagang lainnya yang bisa berusaha di tempat itu. Sehingga, bisa membangkitkan ekonomi di sektor nonformal.
Namun, rencana itu tentu saja membuat para pedagang mulai resah. Dengan sistem shift berarti pedagang Jalan Srikana tak bisa berusaha lagi selama 24 jam di tempat itu. Melainkan, harus berbagi waktu dan tempat dengan pedagang lainnya. Keberatan pedagang juga bertambah karena jarak antara waktu sosialisasi dengan waktu pembongkaran dianggap terlalu mepet. Pedagang hanya diberikan waktu sekitar dua hari untuk mengosongkan tempat usahanya. Pedagang semakin bingung karena Camat Eko juga tak memberikan lokasi alternatif lokasi berdagang saat proses pembangunan Sentra Wisata Kuliner berlangsung.
Dalam sosialisasi itu, pejabat BEM FISIP Unair yang ikut mendampingi juga sempat minta jaminan jika Sentra Wisata Kuliner sudah terbangun, para pedagang lama bisa kembali lagi berdagang di tempat itu. Atas pertanyaan ini, dijawab dengan oleh Camat Gubeng, “Emange Sampean selama iki bayar?” kata Camat Eko Kurniawan seperti ditirukan salah satu mahasiswa yang ikut audiensi.
Dua hari pasca sosialisasi, PKL Srikana didampingi oleh belasan mahasiswa Unair memutuskan untuk mendatangi Kecamatan Gubeng lagi. Kedatangan mereka bermaksud untuk audiensi lagi dengan Camat Gubeng Surabaya.
“Kami datang ke Kecamatan Gubeng untuk bertemu dan berdialog langsung dengan Pak Camat Gubeng. Supaya informasinya lebih jelas," kata Tuffahati, salah satu mahasiswa dari FISIP yang ikut mendampingi audiensi.
“Awalnya kami datang ke Kecamatan Gubeng dengan jalan kaki, tapi ternyata Pak Eko lagi di kelurahan, katanya ada rapat. Kemudian kami diarahkan ke Kelurahan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di sana. Ya sudah, kami pindah ke Kelurahan Airlangga," sambung Tuffahati.
Sesampainya di Kelurahan Airlangga, rombongan bertemu dengan Camat Gubeng. Mereka diarahkan untuk masuk ke ruangan. Selama audiensi, mahasiswa yang mendampingi menanyakan kejelasan pembangunan dan nasib para PKL selama pembangunan berlangsung. Tapi, keberadaan mahasiswa justru dituding memprovokasi. Jalannya audiensi kembali berjalan memanas. Camat Eko pun sempat melontarkan kata yang dianggap diucapkan pejabat publik di depan umum.
“Aku gak nggusur c*k” kata Camat Eko.
Mahasiswa pun akhirnya diusir dari ruang audiensi.
Lapak Pedagang Srikana Sudah Rata Tanah
Keberatan yang diajukan oleh 23 PKL di Jalan Srikana dan mahasiswa ternyata tak menyurutkan Kecamatan Gubeng Surabaya meratakan dengan tanah. Pemandangan Jalan Srikana yang biasanya dipenuhi rentetan warung kopi dan selalu ramai pengunjung kini tak bisa ditemui lagi. Lapak PKL Jalan Srikana sudah dirobohkan sejak Sabtu, 4 Maret 2023 lalu.
Pembongkaran ini sesuai surat perintah penataan No. 300/571/436.9.8/2023 yang dikeluarkan oleh Camat Gubeng pada Jumat, 3 Maret lalu. Surat itu menyebut PKL di Jalan Srikana harus segera membongkar dan memindahkan sendiri alat usahanya dan tidak boleh berjualan di sana. Kini tidak ada lagi PKL yang masih bertahan, sebab warung-warung yang berdiri telah dirobohkan oleh mesin excavator milik Pemkot Surabaya.
Para pedagang kaki lima di Jalan Srikana kini sudah menghilang, mahasiswa juga kehilangan. Lapak pedagang kaki lima Srikana selama ini memang dianggap jadi tempat yang nyaman bagi sebagian mahasiswa Unair. Mahasiswa biasanya datang ke lapak-lapak ini tak hanya untuk makan, tapi juga nongkrong, mengerjakan tugas, berdiskusi atau menunggu kelas lanjutan. Mahasiswa jadi betah karena harga dianggap ramah di kantong.