PKK Maba Tanpa Almamater, UB Peringatkan Vendor
Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK) Mahasiswa Baru (maba) Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jawa Timur, tanpa memakai jas almamater. 'Pemandangan' ini sangat disayangkan oleh pihak rektorat.
Wakil Rektor II UB, Gugus Arianto, meminta maaf ketika sesi konferensi pers PKK Maba UB 2019, di Gedung Rektorat lantai 1. “Harusnya sudah mulai memulai produksi sejak Januari, tapi mereka dari vendor baru mulai pengerjaan bulan Maret,” ungkapnya.
Keterlambatan pengerjaan jas almamater ini akan menjadi evaluasi dari pihak UB. Vendor atas nama PT Dailbana Prima yang beralamat di Jalan Brigjend Katamso No. 48-50 Kota Malang, sudah diberi Surat Peringatan (SP) oleh UB.
“Jadi, kita sudah melayangkan SP 1 agar dapat sesegera mungkin dikirim,” jelas Gugus.
Gugus melanjutkan faktor yang memicu keterlambatan tersebut, yaitu peralihan jabatan rektorat pada akhir 2018, dari Mohammad Bisri ke Nuhfil Hanani.
“Saya kaget ketika awal menjabat Februari lalu pemesanan jaket dan topi almamater terlambat,” ujarnya.
Gugus menyampaikan proses pengawasan dan produksi jaket dan topi almamater berjalan dengan lancar. “Bahkan, kami dengan Eksekutif Mahasiswa (EM) UB langsung datang ke vendornya,” terangnya.
Ia pun mengatakan, jas dan topi almamater akan dibagikan sekitar September. “Agar aman, jas dan topi almamater akan dibagikan akhir September lengkap dengan kaos dan jaket,” tutupnya.
Dikutip dari laman resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) UB, PT Dailbana Prima sebelumnya sering memenangkan tender jas almamater di UB.
Pengadaan jas almamater UB tahun 2015 sebesar Rp 2,8 miliar, tahun 2016 sejumlah Rp 3 miliar, dan jaket mahasiswa tahun 2017 Rp 7,7 miliar dan untuk pengadaan jas almamater tahun ini sebesar Rp 3,7 miliar.
Jika dilihat lebih lanjut, pimpinan PT Dailbana Prima, Philipus Jab, pernah tersandung kasus suap kepada mantan Wali Kota Batu Edy Rumpoko pada 2017 lalu.
Filipus didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 295 juta serta pemberian berupa mobil Toyota Alphard senilai Rp 1,6 miliar. Ia dengan Wali Kota Batu saat itu akhirnya kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.