PK Ditolak, Presiden Harus Bayar Ganti Rugi Korban Lapindo
Warga korban lumpur panas Lapindo, Porong Sidoarjo telah menggugat. Upaya hukum terakhir Presiden RI dan Menteri PUPR/Kepala Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menghadapi gugatan warga korban luapan lumpur Lapindo Sidoarjo kandas.
Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali Presiden RI dan Menteri PUPR/Kepala Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Keduanya diwajibkan membayar ganti rugi korban Lapindo atas nama warga Matori Nadiro/ahli warisnya sebesar Rp 1,9 miliar.
MA dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, korban lumpur Lapindo bernama Matori memiliki tanah seluas 3.222 meter persegi terletak di Desa Besuki, Jabon, Sidoarjo. Tanahnya teeredam lumpur saat pengeboran minyak oleh PT Lapindo tahun 2006.
Pemerintah menjanjikan akan membeli tanah yang terendam lumpur pada 2008 dan 2010. Namun hingga gugatan dilayangkan ke PN Jakpus, ganti rugi tidak diterima.
Pada 17 April 2013, PN Jakpus memutuskan Presiden dkk telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh sebab itu, wajib memberikan ganti rugi kepada Matori sebesar Rp 1,9 miliar. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 3 Februari 2014.
Pemerintah masih tidak mau melaksanakan dan mengajukan kasasi. Namun, di tingkat kasasi, putusan tidak berubah. Pada 28 Mei 2015, MA tetap menghukum pemerintah membayar kerugian kepada Matori.
Empat tahun berlalu, pemerintah tidak melaksanakan putusan dan memilih PK. Namun permohonan PK, itupun ditolak oleh majelis PK sebagaimana keterangan tertulis MA 26 Desember 2019.
Untuk menangani PK Presiden RI itu, sebagai ketua majelis Syarifuddin dengan anggota Hamdi dan Sudrajat Dimyati. Perkara nomor 959 PK/PDT/2019 diketok pada 16 Desember 2019.