PJJ, Forum Wartawan Sebut Bantuan Kuota Kemendikbud Tak Maksimal
Forum Wartawan Pendidikan dan kebudayaan ( Fortadik ) mencatat beberapa temuan selama satu tahun pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19. Temuan itu dihimpun melalui diskusi dengan menghadirkan beberapa narasumber yang berkompeten dengan proses belajar mengajar dari Sumatra Utara, Jawa Timur, Jabar dan dari Pejabat di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satunya, bantuan kuota dianggap tak berfungsi maksimal lantaran berbagai kendala infrastruktur.
Temuan atau dampak dari pembelajaran jarak jauh tersebut, antara lain anak didik banyak yang tidak bisa menyerap mata pelajaran dengan baik. Dikarenakan belum terbiasa mengikuti pembelajaran menggunakan perangkat tenologi seperti daring atau Zoom yang mereka sebut belajar online.
Kesuksesan PJJ ini sangat ditentukan oleh kondisi dan kepedulian orang tua terhadap anaknya yang karena keadaan harus mengukiti PJJ. Ini dirasakan hampir di semua jenjang dari SD, SMP dan SMA. Mereka banyak yang menggunakan waktu belajar untuk malas malasan, tidak mau mengerjakan tugas dari guru. Ini disebabkan lemahnya pengawasan dari orang tua terhadap anaknya yang harus belajar di tengah kedaruratan.
Selain faktor malas malasan tadi, juga ada beberapa yang kesulitan mengikuti PJJ terkendala oleh masalah teknis. Meski Kemendikbud membantu kuota pulsa untuk PJJ, tidak ada manfaatnya. Selain banyak anak didik di daerah terluar dan tertinggal yang tidak punya HP, sinyal untuk mengakses internet juga sulit, kalau ada putus nyambung. Sehingga dana untuk membeli pulsa cukup besar yang dikeluarkan oleh Kemendikbud menjadi sia-sia.
Temuan yang lain hubungan batin antara anak didik dengan guru menjadi dingin karena mereka tidak pernah saling sapa dan bertatap muka selama satu tahun. Peserta didik baru untuk kelas I SD, SMP dan SMA, paling merasakan, satu tahun tercatat sebagai siswa, tapi tidak tahu siapa guru dan teman mereka di sekolah yang baru tersebut.
Angka putus sekolah (APS) juga terjadi sebagai dampak pembelajaran jarak PJJ saat pandemi Covid-19. Pernyataan tersebut diungkapkan Plt Direktur SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Purwadi Sutanto pada diskusi tersebut.
Menurut Purwadi, salah satu kasus APS terjadi pada siswa sekolah menengah atas (SMA) di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada kasus tersebut anak memutuskan menikah dini. “Karena keterbatasan sarana telekomunikasi pendukung PJJ, siswa putus sekolah dan kemudian menikah dini,” kata Purwadi secara virtual.
Ia menyebut, penanganan kasus APS pada anak menjadi tugas bersama. Karena masalah pendidikan, menurutnya, bukan saja tugas pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab orangtua dan masyarakat. “Ini kenapa surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tentang Pembelajaran di tengah pandemi keluar. Karena kami ingin pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas diterapkan. Sudah banyak anak dan guru mengeluhkan stress karena PJJ,” katanya.
Lebih jauh dia mengatakan, pelaksanaan PTM harus mendapat dukungan dari Kementerian dan stakeholder terkait. Seperti transportasi dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan terkait layanan kesehatan dan pemerintah daerah.
Dari temuan tersebut adanya keinginan yang cukup anak didik, orang tua dan pendidik dan guru supaya pembelajaran tarap muka ( PTM ) segera dilakukan dengan berpedoman pada protokol kesehatan ( Prokes ). Dil Bila PTM tidak segera diwujudkan dikhawatirkan akan bedampak lebih buruk pada anak didik dan proses belajar mengajar.
Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbud Hendarman, menilai bebagai temuan dan pandangan dalam dalam diskusi ini merupakan masukan yang penting sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan sehubungan dengan persiapan pembelajaran tatap muka. "Saya mengapresiasi terserselenggaranya diskusi ini dan penghargaan kepada nara sumber yang telah menyampaikan pandangan pandanganya untuk memajukan pendidikan di Indonesia," kata Hendarman.
Koordinator Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadik) Syarif Oebaidillah mengatakan diskusi dengan, “Bersiap Menghadapi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas”, sebagai bentuk kepedulian Fortadik terhadap dunia pendidikan. "Teman teman wartawan merekam berbagai keluan dari anak didik para guru dan orang tua, dampak yang dirasakan selama satu mengikuti pembelajaran jarak jauh," kata Oebaidillah.
Diskusi secara daring dan luring ini berlangsung Bogor sejak Jumat, 16 April 2021 hingga Minggu 18 April 2021 diikuti sekitar 50 peserta dari berbagai media.