Pj Gubernur Jatim Siap Kawal Tuntutan Buruh ke Pusat, Ini Poinnya
Puluhan ribu buruh di Jawa Timur melakukan aksi pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Rabu 1 Mei 2024.
Dalam aksi ini, ada sejumlah tuntutan yang diminta oleh para buruh. Salah satu yang utama adalah pencabutan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
UU Omnibus Law ini dianggap merugikan buruh untuk bisa mendatangkan investor yang lebih banyak. “Prioritas kami adalah kami menyuarakan kepentingan riil di tengah hiruk-pikuk pemerintah, di mana UU Cipta Kerja menjadi UU yang dijadikan program strategis nasional hanya untuk mencari investor mengobo-obok kepentingan pekerja buruh di seluruh Indonesia. Kami buruh di Jatim agar UU Cipta Kerja bisa direvisi,” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim, Ahmad Fauzi.
Selain itu, buruh juga menolak upah murah yang dinilai tidak mensejahterakan para buruh, padahal dari update pertumbuhan ekonomi selalu dikabarkan mengalami pertumbuhan positif.
Kemudian, mereka menuntut untuk penghapusan outsourcing, serta mendesak pemerintah mewujudkan perda tentang sistem jaminan pesangon.
Menyambut itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono mengatakan, pihaknya lebih banyak mendukung seluruh keinginan buruh karena hampir semua tuntutan terhadap aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
“Tugas kami lebih banyak mendukung menerima masukan dan akan menyampaikan ke pemerintah pusat termasuk kami memfasilitasi audiensi dengan pemerintah pusat apakah presiden, menkoperkonomian atau menkopokhukam,” ungkap Adhy.
Selain itu, ada pula tuntutan terkait tidak menaikkan nilai cukai yang akan berdampak pada perusahaan untuk bisa memenuhi produksi dan berpotensi melakukan pengurangan pekerja.
Kemudian, ia juga menyetujui bagaimana kesejahteraan tergantung dana bagi hasil cukai rokok. “Dan tadi senafas kami tiga pilar antara industri pekerja dan pemerintah setuju karena bagi hasil rokok kalau dapatnya besar bisa maka untuk kesejahteraan buruh bisa tercover semua,” tuturnya.
Terkait dengan upah buruh, ia mengaku memang penetapan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) ditetapkan gubernur namun disesuaikan dengan instruksi Kemeterian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi menyesuaikan dengan kondisi wilayah.
Mantan Pejabat Kemensos RI itu menjelaskan, di Jatim ada wilayah yang memang ekonomi kurang, ada yang gemuk, adapula wilayah yang kurang namun usahanya besar.
“Tetapi bagi usaha yang tidak mampu di wilayah umr besar ada pemakluman untuk bisa dibayar tidak sesuai UMR yang besar. Perlu keseimbangan dijaga,” pungkasnya.
Di akhir, ia juga meminta ada kajian mendalam berapa indeks kebutuhan hidup yang layak di tiap daerah. Sehingga akan menjadi masukan bagi kementerian untuk menentukan ketentuan dari keputusan Menaker terkait upah kerja.