Jerat Hutang Pinjaman Online
Dalam sepekan kemarin Rachma tak bisa hidup tenang. Nomor telepon selulernya sering dihubungi nomor yang tak dikenal. Saat nomor tak dikenal itu diangkat, kebanyakan mereka selalu menanyakan kapan hutangnya akan dilunasi. Itu dialaminya dalam beberapa hari terakhir.
Rachma hanya bisa menyesal. Hutang yang ditagihkan oleh para debt collector itu, dia mengklaim sebenarnya bukan dia yang menikmati. Melainkan teman perempuan sesama buruh. Perempuan single parent dengan tiga orang anak ini, memang bekerja sebagai buruh sepatu di kawasan Margomulyo Surabaya.
Dia tak kuasa menolak saat teman perempuannya mengatakan ingin pinjam handphone dan namanya untuk mengajukan kredit lewat aplikasi online. Alasannya, pertama karena dia sangat percaya dengan teman perempuan yang sudah lama menjadi sahabatnya ini. Sebagai sesama buruh perempuan single parent, sahabat perempuannya ini jadi tempat buat Rachma untuk curhat.
Alasan kedua, batas maksimal pinjamannya pun, dinilai tak terlalu besar. Sehingga dianggap tak akan memberatkan saat harus mengembalikan. Namun semua pertimbangan Rachma ini buyar. Sahabat yang terlanjur dipercayanya, ternyata ngemplang hutang. Setiap kali ditanya kapan hutangnya akan dibayarkan, sahabatnya selalu ngeles. Tak jelas kapan akan diselesaikan.
Rachma pun akhirnya harus menanggung beban hutang. Hampir setiap hari dia dihubungi oleh nomor yang tak dikenal.
Tak hanya itu, semua nomor telepon anggota keluarga dan teman-temannya yang tersimpan dalam hanphonenya pun, menerima pemberitahuan jika Rachma mempunyai hutang yang belum dibayarkan. Jumlahnya pun, semakin membengkak tak karuan.
Rachma pun harus menanggung malu di hadapan keluarga dan kolega. Rachma tak sadar, saat temannya menginstall aplikasi pinjaman online, ada pemberitahuan sebelum terpasang, jika aplikasi ini bisa mengakses semua nomor telepon yang tersimpan dalam handphone.
Langkah terakhir yang bisa dilakukan Rachma hanya mengganti nomor telepon selulernya. Namun langkah ini pun, tak menjamin dia bakal lolos dari kejaran debt collector.
Cerita nasabah yang terjerat pinjaman online seperti Rachma ini, ternyata tak sedikit. Banyak warga Surabaya lain yang menjadi korban. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya pun secara resmi membuka posko pengaduan tentang pinjaman online mulai dari tanggal 15 Februari 2019 lalu.
"Sampai saat ini ada 13 pengaduan yang masuk ke LBH Surabaya dengan jumlah korban sebanyak 63 orang. Jumlah korban bisa lebih banyak lagi karena ada beberapa pengadu yang mengaku mempunyai grup bersama korban-korban lainnya," ujar Sahura, koordinator posko pengaduan korban pinjaman online.
Sahura mengatakan, selain menerima laporan korban. Pihak LBH juga menerima pengaduan soal aplikasi pinjaman online. Ada 82 aplikasi yang diadukan. Padahal yang terdaftar di OJK hanya 24 aplikasi saja. Itu berarti sisanya tak terdaftar.
Kata Sahura, LBH bertindak serius terhadap laporan ini karena proses penagihannya dianggap melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Dianggap melanggar HAM karena cara penagihannya menggunakan cara menyebarkan data privasi nasabah ke publik. Belum lagi cara penagihan yang dianggap intimidatif.
"Selain itu pihak pinjaman online (pinjol) juga seenaknya menaikan bunga pinjaman tanpa ada koordinasi dengan nasabah. Awalnya, memang kita tahu berapa bunganya. Tapi lama-lama bisa naik. Biaya penagihan yang dilakukan debt collector pun juga dibebankan pada nasabah. Ini tentu melanggar konsep kontrak," ujar Sahura di kantor LBH jalan Kidal Surabaya, Senin, 18 Februari 201
Cara penagihan hutang dengan menyebarkan informasi seseorang berhutang ke semua nomor phonebook yang tersimpan, juga menimbulkan efek besar pada kehidupan nasabahnya.
"Ada seorang pelapor yang mengadu, temannya terancam kena PHK dari tempat kerjanya. Ada pula yang sampai merusak hubungan dengan keluarganya," ujar Sahura.
LBH juga menyayangkan tidak adanya mekanisme komplain atau negosiasi dengan pihak pinjol. Sehingga para nasabah mengalami kesulitan dalam hal komunikasi dengan pihak pinjol mengenai berapa besar tunggakan hutang serta tengat waktu pembayaran. Sahura, menjelaskan dari data pengaduan yang sudah masuk sekarang akan diproses secara bertahap dan akan dilanjutkan kepada pihak berwajib.
"Kami akan laporkan ke OJK untuk ditindaklanjuti. OJK harus berkordinasi dengan pihak Kominfo mengenai hal ini aplikasi-aplikasi ilegal harus segera dihapus, kalau aplikasi legal yang melakukan berarti harus diberi sanksi tegas," katanya.
Selain itu, LBH juga mendesak kepada negara untuk segera mengesahkan undang-undang yang mengatur penyalahgunaan data pribadi. Sebab hal ini sudah menimbulkan banyak permasalahan khususnya di ranah personal nasabah.
"Memang ada sekitar 20 undang-undang yang mengatur data pribadi, tapi hanya sebatas nama, nomor KK dan KTP. Kalau penyebaran data seperti ini belum ada undang-undang secara jelas mengatur," ucapnya.
Pihak kepolisian juga diminta ikut serta dalam pencarian data pelaku pinjol melalui nomor telepon yang diadukan nasabah.
"Pihak kepolisian kan punya alat cyber yang bisa melacak data dengan nomor telepon. Kalau memang ada aduan meskipun hanya dengan nomor telepon, harus segera ditindaklanjuti," imbuhnya.
Sahura, menjelaskan dalam hal ini pihak LBH akan lebih fokus terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan,--terlepas dari masalah hutang nasabah. Pasalnya, menurut LBH hutang itu ranah personal setiap orang.
"Tidak ada alasan orang tidak bisa membayar hutang, lalu data pribadinya harus disebarkan. Termasuk soal PHK kami akan bantu ke perusahaannya karena antara hutang dan PHK adalah dua hal yang berbeda," sambungnya.
Sahura, menambahkan untuk langkah hukum memang masih mengalami kendala, pasalnya gugatan secara perdata maupun pidana pun sulit untuk dilakukan. Karena tidak ada alamat lengkap pinjol maupun undang-undang yang komprehensif untuk menjerat secara perdata.
"Kalau pun ada pelanggaran terhadap hukum yaitu pencemaran nama baik yang bisa dilaporkan, tapi kesulitannya tidak ada data lengkap pinjol dan dimana keberadaanya," tutupnya.
Bagi masyarakat yang mengalami kasus yang sama, LBH membuka kesempatan untuk melaporkan di kantor mereka di Jalan Kidal Surabaya. Bisa juga pengaduan dilakukan lewat email: pengaduanpinjol@gmail.com dengan menceritakan kronologis dan aplikasi pinjol yang diduga melakukan pelanggaran. (pts)