Pindah Klinik karena Takut Tulari Anaknya
Hati istri Dr Deutman bergolak. Di satu sisi ia ingin terus membantu perawatan gratis untuk pribumi. Di sisi lain dia cemas dengan nasib anak-anaknya yang masih kecil.
Anaknya yang berusia balita pasti tidak bisa dicegah untuk bermain di sekitar rumah yang sekaligus menjadi tempat pengobatan. Bukan tidak mungkin tertular penyakit mata bawaan pribumi.
Problem ini dikemukakan kepada suaminya. Deutman lantas membawa masalah ini ke Dr J.F. Terburgh. Dia adalah inspektur Dinas Kesehatan Belanda di Jawa Timur.
Pemaparan tentang kegiatan pribadi pengobatan mata yang dirintis Steiner itu menggelitiknya. Ia menyarankan Deutman untuk membuat lembaga dalam bentuk vereeniging alias perkumpulan.
Untuk apa bikin perkumpulan? Tujuannya untuk mengurus perijinan pendirian klinik dan menggalang dana. Diadakanlah pertemuan pertama membahas rencana tersebut 8 Oktober 1915.
Pertemuan itu diikuti Terburgh, Deutman, dan Direktur Perusahaan Asuransi P. Egas. Sebelum balik ke tanah airnya, Stiener sempat ikut pertemuan pertama tersebut.
Saat itu disepakati pendirian Soerabaiache Oogheelkundige Kliniek. Rencana ini dimatangkan dalam pertemuan lebih luas dengan melibatkan sejumlah dokter mata warga negara Belanda yang bertugas di Surabaya.
Paska pertemuan berlangsung, diuruslah ijin pendirian klinik. Ijin pendirian perkumpulan keluar 3 Januari 1916. Tanggal 12 Januari 1916 disusul dengan Tambahan Berita Resmi pendirian Vereeniging De Soerabaiache Oogheelkundige Kliniek.
Pengurus perkumpulan langsung dipegang tiga orang pemrakarsa. Masing-masing Terburgh sebagai ketua, Egas sebagai sekretaris, dan Deutman sebagai bendahara.
Sesuai dengan AD/ART, tujuan pendirian klinik itu ada dua. Pertama, memberikan pelayanan di bidang kesehatan mata bagi rakyat pribumi yang tidak mampu. Kedua, tersedianya fasilitas pengobatan penyakit mata di Surabaya.
Sejak itu, layanan kesehatan bagi pribumi miskin resmi menjadi usaha perkumpulan. Mulailah berpikir mengembangkan klinik yang lebih besar. Karena untuk membangun klinik sendiri belum mampu, maka diputuskan menyewa rumah.
Rumah yang bagaimana? Tentu yang lebih besar dari rumah dinas Deutman yang selama ini merangkap menjadi balai pengobatan. Rumah yang bisa dipakai untuk poliklinik, rawat inap, pengobatan, dan kamar operasi.
Sebab, setelah resmi menjadi klinik, pasien yang datang makin banyak. Pengobatan gratis mata yang selama ini dirintis Stiener dan diteruskan Deutman makin terkenal. Jadi pribumi dari jauh pun mulai berdatangan ke klinik di samping Kali Mas ini.
Setelah mencari ke sana ke mari, akhirnya menemukan rumah besar yang tak jauh dari Genteng Kali. Rumah di Jalan Undaan 36. Rumah yang tak jauh dari Kali Mas itu dianggap memenuhi persyaratan kebutuhan untuk menjadi klinik mata.
Rumah itu kini menjadi Panti Wreda Thay Thong Bong Yan. Bangunan ini punya halaman luas dan ruangan yang besar. Sehingga bisa digunakan untuk poliklinik, kamar operasi, ruang perawatan dan kamar rawat inap. Jadi sangat cocok untuk klinik mata.
Jalan Undaan saat itu juga belum ramai dan bising. Lebih tenang dibanding dengan jalan Genteng Kali yang tengah kota. Karena itu, lebih nyaman untuk menjadi klinik pengobatan mata. Tidak terlalu banyak lalu lintas berlalu lalang.
Boyongan klinik ke gedung baru yang disewa 500 Gulden per bulan itu berlangsung 3 Februari 1918. Perayaan pindahan dilakukan sederhana dengan acara selamatan. Ini karena kegiatan pengobatan klinik yang sangat padat.
Sejak pindah ke klinik baru, kepemimpinan perkumpulan yang tadinya dipegang Terburgh dialihkan ke Deutman. Ketakutan istrinya tentang kemungkinan anaknya tertular penyakit mata yang dibawa pasien menjadi tidak ada.
Keluarga Deutman yang meneruskan inisiasi pribadi Steiner untuk mengobati pribumi itu manjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan RS Mata Undaan. Deutman yang mengembangkan klinik menjadi RS sampai ia lengser karena pendudukan Jepang. (Arif Afandi/Bersambung)
Advertisement