Pimpinan Partai Bersatu lah...Lawan Corona!
Oleh : Erros Djarot
Banyak yang bertanya kepada saya; para pimpinan partai pada ke mana ya mas? Koq sepi gerakan dan arahan berikut kemunculan mereka di medan tempur melawan Corona? Agar pertanyaan tidak berlanjut, saya jawab singkat...ya para pimpinan partai pasti lah di rumah atau kantor masing-masing. Sebuah jawaban yang sangat memalukan. Karena berusaha mencoba untuk tidak mengembangkan percakapan sebagaimana yang mereka harapkan.
Sangat mudah dibaca apa yang ada dalam pikiran mereka dan sebesar apa gumpalan kekecewaan yang menumpuk dari hari ke hari dalam hati mereka. Mereka sangat berharap hadirnya sebuah peristiwa sebagaimana para pimpinan partai beraksi di lapangan semasa Pemilu yang lalu. Begitu penuh perhatian, bahkan yang tidak rakyat minta pun mereka beri dengan penuh semangat. Rakyat pun membayangkan betapa indahnya bila para pimpinan partai dalam suasana darurat Corona ini, turun ke lapangan langsung menyapa dan membantu rakyat, konstituen mereka, yang sangat membutuhkan uluran tangan.
Rakyat walau hanya sebatas mimpi, sangat berharap melihat para pimpinan partai di republik ini duduk satu meja mendesain sebuah langkah bersama. Tentunya terdorong oleh kesadaran bahwa dengan bergotong royong dan bahu membahu antar pempinan partai, perang melawan gempuran virus Covid-19 dapat dimenangkan lebih cepat dan tepat. Bayangkan bila pimpinan dan rakyat pendukungnya berada dalam satu gerak, dipastikan tebaran dan gempuran virus Covid-19 yang pandemik, dapat dipatahkan dan dipadamkan penebarannya lebih terarah dan lebih cepat. Satu komando dari tingkat DPP hingga anak ranting dijalankan, maka gerakan yang tertata, terukur, dan terkendali dengan mudah dapat diwujudkan.
Terbayang bagaimana hebatnya gerakan ini bila para kader partai PDIP bergandeng tangan dengan kader PKS, PAN, Demokrat, Golkar, Gerindra, Nasdem, PPP, PKB, Hanura, dan lainnya. Kebersamaan mereka muncul di setiap pelosok tanah air. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten-kota, hingga pelosok kampung dan desa. Mereka pun membangun posko bersama. Posko yang memberi bantuan, mulai dari informasi hingga kebutuhan pokok yang diperlukan selama pergerakan sosial ekonomi tersendat dan setengah mandeg.
Lewat lengkah kebersamaan ini pasti lah rakyat akan merasa terlindungi dan nyaman hidup walau dalam kesulitan karena partai-partai pilihan mereka semasa Pemilu, tetap memberikan perhatian, perlindungan, dan bahkan bantuan. Kehadiran partai yang mewakili suara mereka pun terasa berguna untuk terus dijaga keberadaannya oleh mereka. Tidak hanya terasa hadir dengan pendekatan eksploitatif dan tipu daya lewat rayuan gombal untuk dapat mngantongi suara rakyat hanya ketika Pemilu digelar 5 tahun sekali.
Mimpi dan harapan rakyat banyak ini hendaknya diperhatikan sungguh-sungguh oleh para pimpinan partai, terutama yang memiliki kursi di parlemen.
Jangan pada saat diperlukan mereka dengan lantang berseru bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Akan tetapi ketika menang dan berkuasa, dirinya malah bermetamorpose menjadi Tuhan-Tuhan kecil. Suatu perdaban berpolitik yang sangat a moral dan tak beradab.
Sampai detik tulisan ini diturunkan, harapan rakyat ini hanya lah sebuah bentuk mimpinya rakyat di siang bolong. Walau sebenarnya ini bukan sesuatu yang utopis untuk dapat direlisir. Mimpi indah ini jelas sangat bisa untuk diwujudkan. Tentu sangat mungkin dan sangat bisa. Hanya diperlukan satu persyaratan yang bersifat mutlak. Para pimpinan partai harus benar-benar telah memahami, meresapi, menjiwai, menerima sepenuh hati dan pikiran... Pancasila sebagai pijakan dasar pandangan hidup mereka sebagai individu warga bangsa Indonesia.
Lewat pemenuhan persyaratan ini, mereka pasti akan memahami mengapa Bung Karno memeras lima sila ke dalam satu sila dengan menyodorkan ‘Gotongroyong’ sebagai rumusan Ekasila. Karena dalam kekuatan ‘Gotongroyong’ inilah kedigdayaan rakyat Indonesia sebagai bangsa akan mewarisi kemampuan tinggi mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. Sebuah rumusan dan pakem bagaimana seharusnya mambangun kekuatan rakyat semesta. Tentunya dengan menggerakan inner power bangsa Indonesia yang berpusat pada kekuatan ‘kita satu dan bersatu, bergotongroyong bahu membahu!’
Itu lah sebabnya mengapa kaum penjajah dan musuh-musuh rakyat yang selalu bersama kaum kapitalis, menargetkan sasaran utama mereka adalah memecah belah kekuatan ini. Kekuatan rakyat harus dikotak-kotakan agar mereka dapat mengontrol dan mengendalikan rakyat yang tak lagi bersatu. Bahkan devide et impera yang mengharuskan rakyat diadu dan dipecah belah, menjadi acuan dasar strategi gerakan mereka untuk melumpuhkan dan menguasai kekuatan rakyat ini. Bagi mereka semangat Gotongroyong adalah momok yang sangat menakutkan.
Nah pertanyaannya; para pimpinan partai berada di garis yang mana? Bersama rakyat dan membangun kembali semangat bersatu dan ber-gotongroyong-nya rakyat membangun kekuatan sejatinya? Atau, malah ikut menjadi akselerator strategi kaum Kapitalis dan musuh-musuh rakyat? Dengan cara tetap menerapkan pendekatan segregatif, pemisahan dan pengkotakan rakyat, dengan segala dalih Demokrasi liberal yang dipoles selicin mungkin agar tampak indah dan menjanjikan?
Tentunya kita masih berharap, para pimpinan partai tidak salah pilih dan salah tempat dalam berpijak. Dalam keadaan seperti sekarang ini, dimana rakyat dan bangsa Indonesia dalam luka dan duka yang cukup serius, diharapkan muncul kesadaran merubah paradigma keberadaan mereka selama ini. Bila selama ini melulu hanya kekuasaan yang dijadikan sebagai tujuan; untuk kali ini, sementara ini, dan syukur bila terus berlanjut, lakukan revolusi damai merubah orientasi: dari memperebutkan kekuasaan, menjadi memuliakan kemanusiaan. Dengan perubahan mendasar ini saya yakin akan tergali ‘inner power’ rakyat bangsa Indonesia yang selama ini dibiarkan terpendam dan membusuk.
Bila terjadi pergeseran paradigma dahsyat ini, niscaya bangsa Indonesia akan menjadi besar sebagaimana Cina membangun negerinya pada saat dan waktu yang sangat menentukan dan tepat. Mereka merubah kegilaan pemujaan terhadap Komunisme dan menggantinya dengan dimensi yang lebih mampu menggali inner power rakyat bangsanya. Maka mereka pun menggunakan kapitalisme ‘cerdas progresive’, dengan kesadaran memperkuat ekonomi dalam negerinya untuk menggempur benteng kapitalisme di dunia barat (sebagai pedang pemenggal leher lawan); dan tetap memelihara komunisme sebagai sarung, wadah sang pedang yang sangat tajam berlabuh dengan tetap dapat dijinakan olehnya.
Dengan langkah ini, yang bila berani kita ambil, tentunya lewat pilihan Pancasila yang ‘cerdas dan progresiv revolusioner,’ niscaya alam akan membantu melahirkan pemimpin yang visioner dan tangguh sejati. Bukan oleh pencitraan tapi oleh pemikiran, tindakan, dan langkah kebijakan politiknya yang merakyat, berkarakter kerakyatan, pro rakyat dan untuk rakyat sepenuhnya. Tanpa keinginan membangun dinasti dan embel-embelnya!
Para pimpinan partai bersatulah, rakyat dan negeri ini memanggilmu!
Mimpi rakyat ini harus terwujud! Entah hari ini, besok, lusa...inshaallah hari itu pasti datang! Tanpa, atau bersama pimpinan partai yang ada hari ini!
*Erros Djarot, Budayawan.