Pimpinan KPK Harus Berani Dan Berintegritas
Presiden Joko Wododo berharap Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke depan pemberani, profesional dan berintegritas dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dan tak kalah penting, prestasi yang telah dicapai oleh pimpinan KPK sebelumnya harus ditingkatkan.
"Mempertahankan yang sudah baik, dan memperbaiki yang belum baik," pesan Presiden Jokowi setelah menerima panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan KPK, di Istana Merdeka, Senin, 17 Juni 2019.
Jokowi mengatakan, dalam lima tahun ke depan, dia sudah tidak memiliki beban dalam memimpin Indonesia, sehingga dia siap untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk negara, meski keputusan itu dinilai miring.
"Saya dalam 5 tahun ke depan insyaallah sudah tidak memiliki beban apa-apa. Jadi, keputusan yang gila, keputusan yang miring-miring, yang itu penting untuk negara ini akan kita kerjakan. Jadi saya tidak memiliki beban apa-apa," kata Jokowi.
Ketua pansel capim KPK periode 2019-2023 Yenti Garnasih, mengatakan, kedatangannya ini untuk menyampaikan laporan tentang proses pendafataran calon pimpinan KPK yang dimulai hari ini Senin 17 Juni 2019.
"Pendaftaran calon pimpinan KPK diselenggarakan mulai tanggal 17 Juni sampai 4 Juli 2019, pukul 09.00-16.00 WIB," kata Yenti.
Berkas pendaftaran dapat disampaikan dengan cara mengirim langsung kepada Sekretariat Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Kementerian Sekretariat Negara, Gedung I lantai 2, Jalan Veteran Nomor 18, Jakarta Pusat 10110.
Berkas juga dapat dikirim melalui pos tercatat ke alamat panitia seleksi atau melalui email ke alamat [email protected]. Salinan cetak (hardcopy) berkas diserahkan pada saat uji kompetensi. Pendaftaran Capim KPK tidak dipungut biaya.
Calon pelamar wajib melampirkan surat lamaran yang dibuat di atas kertas bermaterai Rp 6.000, daftar riwayat hidup, pas foto berwarna terbaru sebanyak 3 lembar ukuran 4x6.
Kemudian fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), NPWP, ijazah S1, S2, dan atau S3 yang dilegalisasi oleh perguruan tinggi yang bersangkutan untuk lulusan dalam negeri, atau instansi yang berwenang bagi lulusan luar negeri.
Lampiran lainnya, surat pernyataan mempunyai pengalaman di bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan sekurang-kurangnya 15 tahun dengan menyebutkan instansi-instansi tempat bekerja, dibuat di atas kertas bermaterai Rp 6.000.
Selanjutnya melampirkan surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter pada rumah sakit pemerintah, surat keterangan catatan kepolisian asli dan masih berlaku, surat pernyataan di atas kertas bermeterai Rp 6.000 dan bertanggal yang menyatakan bahwa calon pelamar tidak menjadi pengurus partai politik.
Calon pelamar juga wajib melampirkan surat pernyataan di atas kertas bermeterai Rp 6.000 dan bertanggal, bahwa apabila terpilih menjadi pimpinan KPK bersedia melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya, tidak menjalankan profesi selama menjadi anggota KPK, dan melaporkan harta kekayaan.
Lampiran terakhir adalah makalah tentang menggagas akselerasi peran KPK dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, dengan maksimal 10 halaman, font 11, Arial, dan 1,5 spasi.
Presiden Joko Widodo telah menetapkan 9 anggota Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK 2019-2023. Pansel ini dibentuk untuk menjamin kualitas dan transparansi dalam seleksi calon pimpinan KPK, yang akan berakhir masa jabatan pimpinan KPK saat ini pada 21 Desember 2019.
Yenti ditunjuk oleh Presiden Jokowi sebagai ketua pansel capim KPK. Hal itu tidak terlepas dari pengalamannya menekuni ilmu di bidang tindak pidana pencucian uang (TPPU) selama puluhan tahun.
Yenti merupakan peraih gelar doktor pertama di bidang TPPU dari Universitas Indonesia. Ilmu tersebut di awal tahun 2000-an dulu belum banyak yang menekuninya. Maka, tak heran apabila perempuan berusia 60 tahun itu kerap dipanggil sebagai saksi ahli di persidangan. Ia juga banyak dimintai pendapatnya terkait isu korupsi dan TPPU.
Kini Yenti lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengajar di fakultas hukum Universitas Trisakti. Salah satu kritik yang dialamatkan ke Yenti yakni karena ia ikut duduk dalam revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Ia disebut mewakili kepentingan pemerintah dan mendukung agar tindak pidana korupsi dimasukan ke dalam RKUHP tersebut.
"Padahal tidak (begitu). Mereka juga keliru dengan menyebut saya tim dari pemerintah. Padahal, saya adalah counterpartnya pemerintah," ujar Yenti kepada wartawan. Yenti juga pernah dilibatkan sebagai anggota pansel pada periode sebelumnya. (asm)
Advertisement