Pilwali Surabaya: Koalisi Besar Tumbang
Pilkada Surabaya diikuti dua pasangan calon (paslon) Walikota dan Wakil Walikota Surabaya. Pasangan nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji (Er-Ji) diusung PDIP dan didukung Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Meski demikian, pasangan ini juga didukung enam partai nonparlemen, yaitu Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Berkarya, PKPI, dan Partai Garuda.
Eri-Armudji "dikeroyok" paslon nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman. MAJU diusung 8 partai koalisi yakni PKS, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat, PAN, Gerindra serta didukung partai norparlemen yaitu Partai Perindo.
Dalam versi hitung cepat (quick count) paslon Er-Ji unggul jauh dari MAJU. Er-Ji meraup 58,3 persen suara, MAJU hanya 41,7 persen suara. Hasil ini berasal dari 772 TPS, dari total 5.184 TPS di Surabaya. Bahkan menurut hitung cepat internal PDIP mengklaim Eri menang 72 persen.
Fakta ini, menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, patut jadi renungan bagi peserta Pilkada berikutnya. Bayangkan saja, menurut hitung-hitungan di atas kertas, pasangan MAJU seharusnya bisa mengalahkan Er-Ji. Tapi faktanya lain. Paslon unggulan Bu Risma ini malah yang menang meski "dikeroyok" 8 partai koalisi.
"Kemenangan melalui hitung cepat ini masih harus dikonfirmasi dengan hitungan resmii KPU (Komisi Pemilihan Umum) secara manual, meskipun pengalaman selama ini, quick count tidak berbeda jauh dengan hitungan manual KPU," kata Ray Rangkuti ketika berbincang dengan Ngopibareng.id, Kamis 10 Desember 2020.
Ray Rangkuti menilai koalisi besar yang dibangun oleh Machfud Arifin (MA) hanya menjadi beban paslon MAJU. "MA (Mahfud Arifin) setidaknya telah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk "merawat" partai pendukung. Ternyata dukungan itu hanya di atas kertas tidak diimplementasikan di lapangan. Bahkan kader partai pendukung Mantan Kapolda Jatim dan Tim Sukses pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019, ada yang mbalelo mbalelo, membiarkan MA merumput suara sendiri," demikian nilai aktivis pemerhati Pemilu ini.
Selain itu, pertemuan Machfud Arifin dengan sesepuh partai Golkar, Akbar Tanjung dan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono di Surabaya juga tidak berdampak secara siknifikan.
"Sementara partai pendukung lainnya nyaris tidak terdengar suaranya. PKS yang semula berorasi akan mematahkan dominasi PDIP di Pilwali, ternyata lebih banyak diam ketika "pertandingan" dimulai. Statmen yang dikeluarkan partai pendukung tak lebih dari sekedar untuk menghibur kubu MAJU," beber Ray Rangkuti.
Ketika ditanya apakah ini artinya MA dibohongi? Ray enggan menjawab. Alasannya untuk menjawab pertanyaan itu harus disertai data faktual. Demikian pula ketika ditanya apakah 8 partai pendukung MA itu menerima bayaran atau mahar.
"Meskipun rumor di masyarakat seperti itu untuk membuat koalisi dukungan itu tidak gratisan, saya hanya bisa mengatakan 'Wallahu alam...," ucap dia.
Ray Rangkuti lebih berani mengatakan bahwa MA memang mempunyai kekuatan cukup besar, tapi tidak diikuti dengan manajemen yang baik. "Sehingga dalam Pilwali Surabaya kali ini ia harus menelan pil pahit," imbuhnya.
Berbeda dengan Er-Ji yang hanya didukung PDIP. Tapi dukungan itu solid sampai ke arus bawah. Pengurus dan kader partai berlogo banteng moncong putih bekerja keras secara masif dan terstruktur untuk memenangkan Eri Cahyadi dan Armudji.
"Elektabilitan dan penampilan Eri yang cool serta rendah hati sangat mendukung. Figur Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, menjadi pelengkap kemenanganya," demikian nilai Ray Rangkuti.
Sehingga ketika video berisi narasi "hancurkan" Risma viral di media sosial dikatakan menjadi bumerang bagi kubu MA. "Video ini terang terang-terangan dibuat oleh kader PDIP yang membelot ke kubu lawan karena sakit hati pada Risma gara-gara tidak mau mencalonkan Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana di Pilwali Surabaya 2020," bebernya.
Dengan menerima para pembelot kubu MA berasumsi kehadiran kelompok sakit hati tersebut dapat menggerus dukungan masyarakat pada pasangan Eri-Arnuji yang dibela habis oleh Risma. Ternyata, lanjut Ray Rangkuti, anggapan itu keliru, Eri-Armuji tetap menang dengan presentase yang cukup meyakinkan 60 persen, sedang pasangan Machfud Arifin-Mujiaman sebanyak 41,7 persen.
Menurut Direktur eksekutif Lingkar Madani, "kutukan" orang sakit hati terhadap "emak" e arek Surobyo tersebut malah menjadi bumerang bagi kubu MA sendiri. "Dalam strategi politik disebutkan kekuatan besar yang tidak dukung oleh manajemen yang baik, bisa dikalahkan oleh kekuatan kecil yang manajemen baik," terangnya.
"Ini semua membuktikan masyarakat Surabaya sudah cerdas dalam menentukaan pilihan, meskipun digoda dengan sembako dan money politic tetap memilih calon pemimpin baik yang dianggap mampu menuruskan kebaikan yang diwariskan oleh pendahulunya dari Bambang BH dan Tri Rismaharini," kata Ray Rangkuti yang sengaja menaruh perhatian pilwali Surabaya.
"Kredibilitas, elektabilitas, penampilan Eri yang santun, hingga menundang empati masyarakat, menjadi kunci kemenangan pasangan Eri Armuji, bukan oleh banyaknya bendera," kata Ray Rangkuti.
Machfud Arifin sebelumnya mengaku kurang setuju jika disebut "mengeroyok" PDIP di Pilkada Surabaya 2020. Dia menyebut, dukungan dari banyak partai sebagai bentuk kebersamaan dan gotong royong dalam membangun Kota Pahlawan.