Pilwali 2020, Suko: Walikota Baru Harus Sekelas Bambang DH
Pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo berharap walikota pengganti Tri Rismaharini atau biasa dipanggil Risma memiliki kemampuan sekelas Bambang DH.
Apalagi dalam satu dekade terakhir menurut Suko, dia meilhat Surabaya kehilangan roh atau karakter. "Kehilangan spirit ke-Surabaya-an, jujur saja. Surabaya tidak mempunyai roh, apa berkarakter itu ya dekade ini," kata Suko, Senin 3 Agustus 2020.
Apa hebatnya Bambang DH? Menurut Suko, kader PDI Perjuangan itu yang meletakkan dasar saat periode pertama menjadi walikota periode 2002-2005.
"17 tahun, 2003 itu, ketika masa-masa Pak Bambang meletakkan awal, yang kemudian memaksimalkan pendekatan ilmiah untuk menata kota. Jadi grand strategy 2003-2005 itu," katanya.
Suko tahu betul, karena saat itu ikut masuk tim besar penyusun grand stategy. “Bappeda (kini Bappeko) itu bagaimana menyusun grand strategy, sudah. Misalnya kota lama jadi apa, daerah ini ada apa,” katanya.
“Pak Bambang DH itu detil. Wis repot ngapusi Pak Bambang, gak iso (susah membohongi Bambang DH). Iki lho kok iso ngene iki, ngene iki (paling hanya bilang kok bisa seperti ini),” sambungnya.
Bambang DH disebut Suko juga tak pernah marah atau memecat orang. “Kecuali oknum, kenakalan, tapi secara tugas itu beliau tak pernah memecat orang,” katanya.
Justru dia banyak membantu agar orang tersebut jadi. “Orang-orang yang kepala dinas sekarang, itu sebenarnya ketika masa-masa itu diberi kesempatan Pak Bambang untuk belajar,” ucapnya.
Jadi, sosok bagaimana yang ideal memimpin Surabaya pasca Risma? “Ya kayak Pak Bambang, he.. he..” kata Suko yang juga ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair.
“Maksud saya, dia cerdas karena basic-nya ilmiah. Memiliki kemampuan lobi, terus komunikasinya bagus. Pak Bambang punya tiga ini,” imbuhnya.
Dalam hal komunikasi, misalnya. Bambang DH terkadang lebih banyak mendengar. “Komunikasi kan bukan sekadar pidato. Kadang Pak Bambang diam, mendengarkan, sambil mikir. Jadi mau mendengarkan,” ujarnya.
Begitu juga soal blusukan untuk melihat langsung kondisi warga yang dipimpinnya. Suko bahkan menyebut Presiden Jokowi masih kalah dengan Bambang DH.
“Nyuwun sewu (mohon maaf) ya. Blusukannya Pak Jokowi pakai wartawan, Pak Bambang tidak. Blusukan-blusukan aja, orang enggak tahu bahwa itu walikota. Sik kerso (masih mau) naik sepeda motor,” katanya.
Jadi, tandas Suko, tiga hal itulah yang diletakkan Bambang DH sebagai dasar untuk membangun Surabaya. Tapi dalam perjalanannya, Surabaya dalam satu dekade ini justru tak berkarakter.
“Saya kira 17 tahun lalu diletakkan dasar. Surabaya tidak ber-roh apa berkarakter ya dekade ini,” tuntas Suko yang kembali mengulang kata roh dan karakter.
Advertisement