Pilpres: Diperlukan 'Gerbong Ketiga'
Pilpres kali ini memang serba luar biasa. Keberhasilan rekayasa politik hegemoni partai-partai besar telah sangat sukses memaksa rakyat untuk hanya bisa memilih dua capres dan cawapres saja. Dalam kondisi politik di negeri ini yang masih dalam tingkatan harus dan bahkan wajib membenci lawan secara hitam-putih, rakyat pun terbelah menjadi dua kelompok pendukung. Kiblatnya diarahkan berdasarkan jargon ‘pokoke jagoku harus menang’. Maka yang berkembang, apapun yang dilakukan fihak Jagoan lawan, semuanya jelek dan salah, sekalipun benar. Sementara terhadap Jagoannya, semuanya bagus dan benar, sekalipun salah.
Setting politik elitis yang sekarang ini telah menggiring rakyat menjadi loyalis buta, fanatik sempit dan berkacamata kuda. Paparan program, pemikiran, dan daftar koreksi berikut capaian maupun perencanaan kerja para capres-cawapres, menjadi tidak penting. Rakyat digiring ke wilayah permainan politik yang etos dan semangatnya hanya berpijak pada acuan ‘like and dislike’. Sama sekali ditiadakan upaya mendidik rakyat untuk bersikap kritis dan mendewasakan mereka dalam cara memilih yang baik dan benar.
Dalam setting dimana rakyat diposisikan saling berhadapan berbekal semangat ‘pokoke ’ ini, sudah dapat dibayangkan, ‘permusuhan’ dipastikan akan berlanjut hingga pasca pemilu. Prediksi ini didasari realita para pendukung dari dua kubu yang saling berseberangan, hari ini dan selanjutnya ke depan, akan semakin dipompa oleh waktu untuk berkembang menjadi semakin membesar. Bersamaan dengan itu, setiap harinya semakin juga secara berjamaah saling menggelembungkan dan meninggikan eskalasi sikap permusuhan yang berdampak tergerusnya semangat persatuan dan persaudaraan antar sesama anak bangsa.
Lewat desain politik Pemilu (elitis) yang mendangkalkan rakyat ini, kemenangan yang akan diraih oleh kubu mana pun, hanya akan melahirkan kekalahan kita sebagai sebuah bangsa. Gejala ini sudah tampak dan dirasakan dalam kehidupan kita sehari-hari beberapa bulan terakhir ini. Perkawanan, persaudaraan, kebersamaan yang biasanya menjadi ciri komunitas bangsa kita di masa lalu, diubah menjadi kumpulan manusia yang gemar bercerai berai melalui desain politik pengkotak-kotakan antar kubu pendukung para capres-cawapres. Selanjutnya, perlahan tapi pasti, akan merangsang berkembangnya pengkotakan antar pendukung partai, berlanjut pada perbedaan agama, suku, ras, dan pada gilirannya mempertentangkan kelas sosial yang akan bermuara pada anarkisme!
Dengan kata lain, negeri ini tengah terperangkap dalam desain besar yang ingin menjadikan rakyat sangat kondusif untuk menerima dan mengadopsi politik adu domba dan politik ‘devide et impera ’. Tujuannya agar bangsa ini menjadi lemah, terpecah, dan mudah untuk kembali dijajah atau dijadikan lahan untuk menggelar proyek ‘War Zone’ baru pasca Suriah. Tentunya setelah Suriah dianggap sudah tak menarik lagi untuk dijadikan War Zone yang menguntungkan bagi para industriawan peralatan perang dan para ‘pemilik’ keuangan dunia (kaum zionis-illuminati).
Kekhawatiran ini kedengarannya mungkin mengada-ada. Namun gejala ke arah sana sudah mulai terasa nyata dengan adanya benih-benih perpecahan di antara rakyat yang didesain untuk dapat ditingkatan menjadi permusuhan berkelanjutan. Yang paling nyata ketika agama terbesar di Indonesia mulai diracuni dengan berbagai virus perpecahan dan permusuhan terbuka antar pengikut aliran-mashab yang berbeda. Semangat saling meniadakan dan menghancurkan sesama kaum muslim, antar penganut mashab yang berbeda, begitu marak terjadi di mana-mana. Dalam kaitan pilpres, upaya memperhadapkan Ulama vs Ulama pun dicoba untuk dikembangkan. Alhamdulillah masih beruntung para capres dari dua kubu menyadari bahaya akan hal ini. Namun tentunya upaya adu domba dalam desain politik devide et impera ini tidak akan berhenti begitu saja.
Itulah sebabnya, kehadiran ‘Gerbong Ketiga’ sangat diperlukan. Gerbong Ketiga adalah kumpulan warga negara yang telah sampai pada kesimpulan bahwa membangunkan kembali kesadaran warga bangsa untuk tetap menjaga keutuhan rakyat yang bersatu, hidup bergandengan tangan dalam semangat persaudaraan yang tinggi, bergotongroyong dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah, merupakan capaian yang harus dimenangkan dalam Pemilu-Pilpres kali ini.
Pemilu-Pilpres harus menjamin terwujudnya kemenangan rakyat! Dan kemenangan rakyat hanya akan terwujud bila rakyat bersatu dan mempertahankan budaya gotongroyong yang menjadi sumber kekuatan sejati rakyat Indonesia. Tugas utama dari Gerbong Ketiga ini menjaga agar Pemilu-Pilpres yang digelar hanya sekali dalam lima tahun ini tidak berdampak malah menghancurkan persatuan dan keutuhan rakyat bangsa ini untuk selama-lamanya.
Melawan pembodohan, penyesatan, dan penjerumusan rakyat ke jalan buntu kekalahan, merupakan tugas mulia yang harus dilaksanakan oleh komunitas Gerbong Ketiga. Tentunya tetap dengan tidak harus berGOLPUTria!
*) Oleh Erros Djarot - Dikutip sepenuhnya dari laman watyutink.com
Advertisement