Pilpres Digelar 2018, Jokowi Pasti Menang. 2019..?
Baru-baru ini, sebuah Lembaga Survei Indonesia (LSI), mengunggah hasil jajak pendapat publik yang memperhadapkan Joko Widodo (Jkw) vs Prabowo Subianto (PS), dua sosok Calon Presiden yang bakal bertarung pada Pilpres 2019. Hasil survei ala LSI-nya Denny JA ini, ditanggapi dengan perasaan sangat kontras antara pendukung Jokowi dan Prabowo. Pasalnya hasil angka survei yang disuguhkan, sangat menggembirakan bagi para pendukung Jokowi. Di sisi lain, bagi para pendukung Prabowo, diterima sebagai survei abal-abal yang sangat menjengkelkan.
Wajar bila para pendukung Prabowo geram membaca hasil survei ala Denny JA ini. Belum juga sebulan pasangan capres-cawapres diumumkan, hasil survei sudah begitu cepat bisa didapat dan dimunculkan. Yang mengundang tanda tanya besar, begitu menyoloknya selisih angka perbedaan mencapai dua digit antara pasangan Jokowi-Ma’ruf vs Prabowo-Sandiaga Uno (52.2 vs 29.5). Dengan selisih angka yang begitu besar dan menakjubkan yang sengaja disebarkan secara meluas ini, jelas membuat para pendukung Prabowo geram bahkan marah. Wajar bila kemudian menilai jajak pendapat ala Denny JA ini sangat pritensius, ada muatan propaganda; merupakan pesanan pihak tertentu, alias dibayar.
Pertanyaannya; mengapa harus marah? Seharusnya justru berterimakasih, karena dengan demikian kerja keras dan kerja cerdas perlu dihadirkan oleh kubu Prabowo bila ingin menang. Dan perlu digaris-bawahi bahwa survei dilakukan saat Jokowi dan gebyar Asian Games merupakan sejoli yang menjadi ‘people dan media darling’. Sehingga kalau hari ini Pemilu Pilpres digelar, kemungkinan besar memang Jokowi yang bakal me menangkan pilpres.
Bagaimana gegap gempita saat pembukaan Asian Games yang membuat sebagian besar rakyat bangga menjadi Indonesia, berdampak sangat menguntungkan Jokowi berkaitan dengan agenda pilpres. Belum lagi perilaku Jokowi yang merakyat sehingga mengantar terbangunnya citra seorang bapak yang penuh perhatian dan kasih sayang terhadap rakyatnya saat mengunjungi para korban musibah gempa Lombok. Puncaknya adalah pengakuan dan kesaksian seorang mantan hater Jokowi yang berbalik mengagumi Jokowi hadir menyentuh batin masyarakat luas yang menjadi viral di sosmed.
Semakin kubu oposisi menyerang dengan melontarkan sejumlah kritikan dan cemooh yang pedas terhadap peristiwa pembukaan Asian Games 2018, semakin citra Jokowi melejit karena pembelaan datang dari segala penjuru. Lewat kenyataan ini, wajar bila ada asumsi bahwa bila pilpres diadakan hari ini, Jokowi akan dengan mudah memenangkan PIlpres 2018. Pertanyaannya; akankah Pilpres 2019, rakyat berada dalam suasana batin yang sama? Di sinilah misterinya karena pertanyaan ini masih melayang-layang di daerah abu-abu.
Namun, bagaimana reaksi masyarakat terhadap dua peristiwa di atas, sebaiknya kubu oposisi mencatat bahwa rakyat kurang menyukai sikap yang nyinyir tanpa jedah dan terus mengalir dari mulut oposisi. Karena di saat sikap kenegarawanan pihak oposisi terhadap berbagai peristiwa nasional diharapkan hadir dan muncul, seperti pada kasus Asian Games, yang muncul kuat malah citra bahwa pihak oposisi membabi buta menyerang dengan melontarkan kritikan pedas terhadap apa saja yang dilakukan Jokowi.
Tapi yang juga menyedihkan, para pendukung Jokowi pun menggunakan kesempatan ini untuk memperluas pengaruh dan eksistensinya dalam kaitan Pilpres 2019. Maka kesimpulannya, kedua kubu pendukung masih berpola-pikir dan perilaku dalam suasana batin yang penuh dengan semangat permusuhan. Akibatnya, suasana kehidupan pun selalu didera oleh hawa panas yang sangat kuat menebarkan aura negatif.
Sudah saatnya para pemimpin dari dua kubu yang berseberangan ini untuk segera meningkatkan kadar kenegarawanan masing-masing. Berilah pencerahan kepada para pendukung agar tahu; mana yang menjadi panggilan bangsa dan negara, dan mana yang menjadi panggilan partai dan kelompoknya. Kepentingan negara dan masa depan bangsa Indonesia yang harus terjaga dalam persatuan dan interaksi positif rakyatnya yang sadar, sudah merupakan kebutuhan yang bersifat urgen-mendesak!
Yang sangat memprihatinkan adalah pembiaran yang dilakukan para pemimpin dari dua kubu berseberangan yang justru cenderung menanamkan benih permusuhan abadi. Padahal para pendukung adalah sesama rakyat yang penuh penderitaan. Rakyat cenderung masih diposisikan sebagai obyek politik. Sementara para elite-politisi dan para kaum empunya (the have) lah yang selalu diposisikan sebagai subyek utama. Tanpa sadar para pemimpin dari dua kubu cenderung menenggelamkan kedaulatan rakyat ke dalam ruang gelap tanpa kepastian.
Sampai kapan harus begini?
*) Oleh Erros Djarot - Dikutip sepenuhnya dari laman watyutink.com