Pikiran Gus Dur dan Fachry Ali Bermuara dalam Soal Menhankam
Fachry Ali, pengamat sosial politik, yang akrab dengan KH Abdurrahman Wahid, ternyata masih menyimpan anekdot terkait kebijakan Gus Dur sebagai Presiden ke-4 RI.
Tokoh berdarah Aceh ini, menulis tentang "Pikiran Kiai Wahid dan saya Bertemu dalam Soal Menhankam". Berikut catatan kecilnya:
Begitu Kiai Abdurrahman Wahid terpilih Presiden RI akhir Oktober 1999 dalam Sidang Umum MPR, saya keluar dari ruang sidang. Irama Shalawat Badar masih bergema lebih panjang lagi.
Di luar, saya disergap wartawan. Moncong-moncong kamera tertuju kepada saya. Mereka minta pendapat saya tentang kejadian politik tak berpreseden dan mengejutkan itu.
Dengan sabar saya layani pertanyaan-pertanyaan mereka. Pertama, sebaiknya, Kiai Abdurrahman Wahid membentuk ‘zaken kabinet’.
Kedua, sebaiknya Menhankam dipercayakan kepada kaum sipil. Ini untuk menunjukkan bahwa ada watershed antara nasa lalu dengan masa kini. Dan saya sebut bahwa idealnya Yuwono Sudarsono-lah yang ditunjuk menjadi Menhankam.
Ini saya ulang berkali-kali. Dan pada saat itu, ahli militer Salim Said berlalu di depan saya. Maka, saya berteriak, ‘Bang Salim, Menhankam Yuwono Sudarsono ‘kan?!’ Salim Said menengok saya. Sambil senyum, dia bilang: ‘Setuju.’
Ketika Presiden Abdurrahman Wahid mengumumkan kabinet, Yuwono Sudarsono tampil sebagai Menhankam.
Tentu, itu bukan karena saya. Tetapi, sejak awal saya sudah membaca sistem gagasan ‘civilian’ Kiai Abdurrahman Wahid. Dan, Profesor Yuwono Sudarsono adalah satu-satunya kalangan sipil yang paling siap mengisi jabatan itu —yang di masa Orde Baru selalu dijabat kaum militer.
Demikian kesaksian Fachry Ali tentang KH Abdurrahman Wahid.
Sementara itu, belakangan terkait HUT ke-75 Ri, Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan kepada sejumlah tokoh.
Namun, terkait hal itu, Fachry Ali berkomentar: "Dalam sudut pandang saya, yang patut mendapat penghargaan negara, antara lain, adalah sejarawan Taufik Abdullah dan sosiolog Ignas Kleden. Selama ini mereka telah menjadi guru bangsa."