Pieko Nyoto Setiadi, Samurai Surabaya yang Rakus Gula dan Bawang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Pieko Nyotosetiadi sebagai tersangka dalam kasus suap distribusi gula yang melibatkan PTPN III. Pieko Nyotosetiadi adalah dari pemilik PT Fajar Mulia Transindo, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi gula.
Dia diduga memberikan suap kepada Direktur Utama PTPN III Dolly Pulungan (DPU) dan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana (IKL). Sebagai imbalannya, tentu saja jalur distribusi gula harus di genggaman.
Nama Pieko Nyotosetiadi sebenarnya tak asing lagi dalam industri gula di tanah air. Dia adalah pengusaha asal Surabaya. Bagi orang yang pernah bertemu, tampangnya gak ndayani alias tak meyakinkan. "Tampang seperti pengusaha kere," kata salah seorang yang pernah bertemu Pieko.
Namun meski tampang dan penampilannya tak meyakinkan, pengusaha sepuh berusia sekitar 75 tahun ini termasuk dalam salah satu samurai gula yang sedang dicari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan perusahaannya, dia menjalankan impor gula rafinasi.
Dia mengimpor gula rafinasi dengan alasan untuk kebutuhan industri makanan dan minuman. Namun pada kenyataannya, gula rafinasi yang sesungguhnya untuk kebutuhan industri makanan dan minuman ini merembes ke pasar.
Selain bermain di impor gula rafinasi, Pieko juga bermain gula produksi lokal. Pieko tak hanya berperan sebagai pedagang, dia juga berperan sebagai investor besar yang punya pendekatan baik kepada petani maupun pabrik gula. Dia menyiapkan dana talangan kepada petani sebelum kegiatan lelang gula. Dia dianggap berjasa menekan risiko kerugian petani.
Kondisi ini membuat Pieko dengan mudah menguasai stok gula. Saat musim giling tebu atau produksi gula tiba, pada Juni-September, hasil lelang gula jatuh ke tangan para pedagang besar, termasuk Pieko.
Kondisi pasar semacam ini identik dengan oligopsoni atau segelintir pembeli menguasai pasar. Sedangkan kondisi sebaliknya saat musim paceklik, ketika tak ada kegiatan giling tebu Desember-April, stok gula sudah dikuasai oleh para pedagang. Dengan demikian pasar gula murni berjalan sebagai oligopoli, hanya beberapa pedagang menguasai stok gula, dan harga pun mudah dikendalikan.
Bermain layaknya sinterklas dengan memberikan modal kepada para petani tapi sesungguhnya ijon, juga diterapkan Pieko di komoditas bawang. Seperti diketahui berdasarkan Permentan Nomor 38/2017 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH), importir diwajibkan menanam 5 persen bibit bawang putih dari jumlah rencana impor yang akan diajukannya.
Akibatnya, untuk memenuhi syarat permohonan RIPH tersebut berbagai upaya dilakukan para importir. Tanpa terkecuali Pieko yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia.
Pieko Nyoto Setiadi menipu empat petani bawang di kawasan Perhutani Ijen Bondowoso melalui MoU perjanjian fiktif. Pieko seakan-akan bekerjasama dalam menanam wajib tanam 5 persen.
Fera, mewakili ketiga temannya petani bawang putih, mengungkapkan awalnya mereka kedatangan H Ali dari PT Citra Gemini Mulya yang belakangan diketahui milik Pieko Nyoto Setiyadi.
Mereka kemudian diminta menyediakan 75 hektar dan berikutnya 100 hektar dengan kompensasi akan diberikan dana per hektar, masing-masing diberikan untuk sewa lahan 2,5 juta rupiah lalu uang membersihkan lahan dari tanaman liar 3 juta rupiah dan biaya menanam bibit bawang hingga panen 15 juta rupiah.
Setelah berkomunikasi dengan Pieko Nyoto 4 kali lewat telepon genggam dan beberapa kali Pieko Nyoto turun ke lokasi, mereka kemudian menandatangani nota kesepahaman atau MoU pada bulan Januari 2018 antara para petani dan direktur PT Citra Gemini Mulya Teguh Dwi Jadtmiko.
Namun pasca MoU di atas materai hingga sekarang kata Fera, tidak ada pengiriman bibit bawang putih ke petani termasuk pemberian dana satu rupiah pun, padahal mereka sudah membersihkan lahan untuk menanam bibit seluas 35 hektar menyewa alat berat.
“Haji Ali orangnya Pak Piko langsung hilang, HP nya sudah tidak aktif, saya langsung telepon beberapa kali ke Pak Piko dan dijanjikan terus sama Pak Piko akan dikirimkan bibit nyatanya sudah tujuh bulan ini tidak sama sekali,” ujarnya seperti dikutip Koran Jakarta.
Fera baru sadar dia dan teman-teman petani kena tipu, karena PT Citra Gemini Mulya hanya butuh bukti MoU dan tanda tangan petani untuk mendapatkan RIPH seakan-akan sudah melaksanakan wajib tanam 5 persen dan mempekerjakan petani lokal.
Polisi sebenarnya sudah menetapkan Pieko sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin impor bawang putih. Dia pemilik PT Fajar Mulia Transindo (FMT) dan PT Citra Gemini Mulia (CGM).
Pieko ditetapkan sebagai tersangka setelah Bareskrim Polri menyita 300 ton bawang putih di sebuah gudang kawasan Surabaya, Jawa Timur. Diduga, bawang putih asal Tiongkok ada penyalahgunaan izin impor.
Harusnya, impor bawang putih ini dilaksanakan oleh PT Pertani (Persero) sesuai yang tertera dalam dokumen perjanjian ekspor impor. Namun, ternyata pelaksanaan impor dilakukan oleh PT CGM (Citra Gemini Mulia).
Namun atas kasus ini, Pieko ternyata tidak ditahan. Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri yang kala itu dijabat oleh Kombes Daniel Silitonga, berujar polisi belum melakukan penahanan terhadap Pieko yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia ini. “Belum dilakukan penahanan, saya belum sempat evaluasi. Saya akan segera evaluasi,” kata Daniel.