Pidato Puti Guntur Soekarno yang Membuat Akademisi Jepang Terkesima
Jepang dibuat terkesima dengan pidato Puti Guntur Soekarno, sang cucu Proklamator RI Soekarno. Dalam pidatonya di depan Forum Diskusi di Universitas Kokushikan, Jepang, Puti menjelaskan konsep pemikiran Soekarno yang menyatukan ribuan pulau menjadi satu bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Calon wakil gubernur Jawa Timur yang berpasangan dengan Saifullah Yusuf ini diundang oleh Prof Tokubumi Shibata dalam diskusi untuk menjelaskan konsep-konsep Soekarno dalam menyatukan riuan pulau dan riuan suku bangsa.
Permintaan tersebut langsung dijawab Puti dengan lantang, kalau Soekarno sudah melakukan pemikiran sangat panjang supaya Indonesia yang memiliki ribuan pulau ini bisa bersatu. "Pertanyaan mendasar itu (pemikiran Soekarno yang mampu menyatukan Indonesia) harus dijawab secara mendasar pula," kata Puti Guruh Soekarno ini.
Puti mengungkapkan, saat pendudukan Jepang 1942-1945, Bung Karno bersama Bung Hatta, K.H. Mas Mansur dan Ki Hadjar Dewantara menjalankan kerjasama taktis menghadapi Perang Asia Timur Raya. Kerjasama tersebut yang menjadikan hubungan Indonesia-Jepang sebagai sesama bangsa Asia menjadi lebih erat.
Perang Asia Timur Raya, merupakan suatu pertempuran yang telah diramalkan Bung Karno dan akan memutus mata rantai terlemah imperialisme, maka tiba saatnya Indonesia akan merdeka. "Bung Karno jauh-jauh hari sudah meramalkan akan terjadinya perang Asia Timur Raya," ujarnya.
Untuk meyakinkan itu, Puti membeberkan apa yang dibicarakan Bung Karno. "Bicara soal peperangan, sewaktu masih di Bandung, aku telah melihat sebelumnya pengaruh dari ketegangan-ketegangan di Eropa dan berkembangnya Hitlerisme. Pada pertengahan tahun-tahun 30-an aku telah meramalkan bahwa Jepang akan mengikuti Hitler untuk melawan Inggris dan Amerika di Lautan Teduh dan bahwa dengan kedok peristiwa ini Indonesia akan memperoleh kemerdekaannya," kata Puti menirukan pembicaraan Soekarno.
Lanjut Puti yang menirukan pembicaraan Soekarno, "Sejak saat itu aku telah memperhitungkan, kapan perang Asia akan meletus dan berapa lama perang itu berlangsung dan aku menyimpulkan, mata rantai yang lemah dari rantai imperialisme Jepang adalah Indonesia. Negeri kami yang terbentang luas adalah yang paling mudah dihancurkan. Jadi, di Flores pada tahun 1938 aku meramalkan bahwa Indonesia akan menyentak ke depan dan memutuskan belenggunya pada tahun 1945. Aku malahan menulis suatu cerita sandiwara mengenai keyakinanku itu berjudul “Indonesia ‘45”, Sementara aku menunggu, menanti berlalunya waktu dengan sabar, aku dicekam rasa gelisah dan takut”.
Atas uraian Bung Karno tersebut, Puti menyimpulkan kalau hubungan Indonesia-Jepang diawali dari kerjasama “taktis” menghadapi Perang Pasifik dan berlanjut dalam pola kerjasama “strategis” pasca perang dunia II, yakni ketika kedua negara ini berdiri sejajar sebagai bangsa berdaulat dalam pergaulan internasional, sebagai upaya turut serta menjaga ketertiban dan perdamaian dunia berdasar kemerdekaan abadi. "Kami bangsa Indonesia mafhum, bahwa bangsa Jepang telah mengarungi masa demi masa dari abad ke-abad, sehingga menjadi negara besar seperti sekarang ini,” tegas dia.
Kebesaran Jepang ini dilakukan dengan sangat rapi, Jepang sebagai negara industri besar di kawasan Asia menunjukan komitmennya untuk bangkit. Padahal, Jepang merupakan negara yang hancur akibat Perang Dunia II. “Apresiasi saya terhadap Bumi Sakura ini demikian menguat. Pada sisi lain modernisme Jepang yang tidak tercerabut dari akar peradaban dan kebudayaannya, membuat saya bertambah kagum dan ingin mempelajarinya sebagai seseorang yang haus akan ilmu,” jelas Puti.(wah)