Pidato Kebudayaan Akhudiat: Teater Masih Berdaya dan Berjaya
Surabaya: Adakah masa depan teater Bayangan dan ramalan masa depan kita hidup dalam masyarakat tanpa kertas (paperless society), karena media telah diringkas dalam versi digital.
Beberapa bentuk seni sudah berwujud new media, mix media atau media campuran. Brangkali tinggal tari dan teater yang masih berkutatdengan peran manusia. Bukan robot.
Demikian antara lain dikatakan Akhudiat, dramawan kelahiran Rogojampi, Banyuwangi, dalam Pidato Kebudayaan yang dibacakan untuk membuka Festival Teater Jawa Timur 2017, hari Rabu (12/7) malam di Gedung Cak Durasim komplek Taman Budaya Jawa Timur Jl. Genteng Kali Surabaya. Festival ini diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jawa Timur.
Menurutnya, tari dan teater berasal dari alam primordial yang sama. “Upacara, ritus, lakun ritual. Dalam teater upacara atau tari upacara tiada penonton, tiada pemain. Semua adalah penonton dan semua adalah pemain,” tambahnya.
Karena itu selama masih ada upacara atau apapun sebutannya, teater dan tari masih berdaya. Masih Berjaya. “Teater masa depandan masa depan teater, ya, kita dalam proses daan progress,” kata Akhudiat mengakhiiri pidato kebudayaannya.
Akhudiat (71) adalah penulis drama tingkat nasional. Sampai tahun delapan-puluhan karya-karyanya berkali-kali memenangkan lomba penulisan naskah drama yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta, antara lain Jaka Tarub (1974), Bui (1975) dan Re (1977).
Selain penulis naskah drama, Diat juga seorang sutradara dan penyair. Sebagai sutradara grup Bengkel Muda Surabaya dia telah mementaskan beberapa naskahnya, yang pertama adalah ‘Grafito’ (1972) dilanjutkan dengan ‘Rumah Tak Beratap Rumah Tak Berasap’ pada tahun 1994.
Lakon terakhir yang disutradari adalah ‘Sekolah Skandal’, tahun 2011 bersama grup Sanggar Merah Putih, di Gedung Cak Durasim.
Diat juga seorang penyair. Karya-karya antara lain membawanya melanglang buana ke AS, saat tahun 1975 terpilih untuk mengikuti Iowa International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City. Beberapa antologi puisinya telah diterbitkan, antara lain ‘Mencari Air Dalam Air’ (1983) dan ‘Memo Putih’ pada tahun 2000.
Pensiunan staf di IAIN (UIN) Sunan Ampel ini juga menulis banyak sekali cerpen dan artikel budaya.
Pidato Kebudayaan yang disampaikan Akhudiat malam ini adalah bagian dari acara Festival Teater Jawa Timur 2017 dengan tema “Membaca Akhudiat” yang berlangsung dua hari.
Tiga grup teater tampil menyajikan tiga karya Diat, masing-masing The Nine Theatre(Surabaya) yang menggarap lakon ‘Grafito’ dengan sutradara Harwi Mardianto. Grup ini tampil usai Diat menyampaikan pidato.
Sebelumnya Farid Syamlan sebagai Ketua Komite Teater DKJT berharap mudah-mudahan even ini bisa menjadi tanda bangkitnya teater di Jawa Timur. Selama ini banyak yang menganggap teater sudah mati karena minimnya pementasan teater. "Tapi malam ini adalah pembuktian bahwa teater masih ada," katanya.
Besok malam dua grup akan tampil berurutan yaitu grup Bengkel Muda Surabaya menggarap lakon ‘Bui’ disutradarai Karsono. Pada pertunjukan kedua di tempat yang sama tampil grup Language Teater (Sumenep) menggarap lakon ‘RE’ disutradarai Mahendra.
Sebelumnya, siang hari diadakan diskusi bertema ‘Membaca Akhudiat’ dengan naras umber Yusri Fajar, Rusdi Zaki dan Amang Mawardi. Moderatornya Riadi Ngasiran. (nis)