Piagam Borobudur, Lahir dari Aksi Bela Rohingya di Magelang
Magelang: Ribuan umat Muslim dari berbagai kota berkumpul di Magelang. Mereka menggelar sholat Jumat berjamaah, doa bersama dan penggalangan dana bantuan untuk Muslim Rohingya, Myanmar. Dalam aksi damai tersebut, berhasil mendeklarasikan tuntutan yagn disebut Piagam Borobudur.
Berikut isi Piagam Borobudur:
1. Mengecam tindakan kekerasan massal di Rohingya.
2. Mendesak Pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan di Rohingya dan menghukum pelaku kekerasan tersebut. Pemerintah Myanmar juga harus membuka akses bantuan kemanusiaan bagi Rohingya.
3. Mendorong Presiden Indonesia untuk berperan aktif dalam permasalahan Rohingya.
4. Meminta PBB mengirim pasukan perdamaian ke Rohingya.
5. Mendesak negara di ASEAN, OKI dan PBB untuk mewujudkan perdamaian di Rohingya. Meminta pelaku kekerasan di Rohingya diadili di Mahkamah Internasional.
Jalannya Aksi
Aksi yang dimulai tepat tengah hari itu berjalan dengan aman. Sejak sekitar pukul 09.00 pagi, Jumat (8/9/2017), kelompok demi kelompok massa datang dari sejumlah kota di pulau Jawa. Tercatat rombongan menggunakan bus besar dari Jawa Timur, serta ratusan mobil pribadi dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Pemerintah Magelang telah mengantisipasi keadaan dengan mengendalikan prosesi sholat Jumat sepenuhnya. Khotib dan imam sholat, dipercayakan kepada pejabat dan Ketua MUI setempat. Isinya lebih banyak menjelaskan upaya pemerintah presiden Jokowi dalam melakukan diplomasi kepada pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan konflik Rohingya.
Masjid Agung Kabupaten Magelang tidak mampu menampung ribuan jamaah. Sebagian besar, justru melaksanakan sholat di halaman dan jalan raya depan masjid yang ditutup untuk lalu lintas.
Seusai sholat Jumat, peserta aksi menggelar sholat ghoib, ibadah sholat untuk mendoakan korban meninggal dalam tragedi di Rakhine itu. Setelah semua prosesi ibadah selesai, koordinator aksi kali ini, Anang Imanuddin mengambil alih acara. Dia membacakan Deklarasi Borobudur, yang intinya mengingatkan sikap toleran masyarakat Magelang yang sudah terjalin ratusan tahun, hingga Borobudur lestari sampai saat ini.
"Masyarakat Borobudur pada saat ini mayoritas adalah Muslim. Tetapi kami selalu bersikap toleran dengan saudara-saudara dari agama lain, Kristen, Katolik, Konghucu, Hindu dan juga Buddha," kata Anang.
Di depan massa, Anang membacakan lima pokok tuntutan peserta aksi yang disebut sebagai Piagam Borobudur.
“Kami mendesak kepada Pemerintah Myanmar, untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, pengusutan kepada semua yang terlibat dalam tindak kekerasan dan pembunuhan massal terhadap rakyat Rohingya dan memberikan akses seluas-luasnya bagi bantuan kemanusiaan untuk rakyat Rohingya,” kata Anang Imanuddin.
Selain itu, mereka juga mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh militer dan sebagian rakyat Myanmar. Massa juga mendukung dan mendorong Presiden Jokowi untuk melakukan diplomasi lebih kuat seperti peran aktif Indonesia di Mindanao, Filipina di masa lalu.
PBB didesak untuk mengirimkan pasukan perdamaian dan menjamin keselataman Muslim Rohingya. Tuntutan terakhir adalah agar organisasi regional seperti ASEAN dan Organisasi Konferensi Islam menunjukkan peran lebih besar.
Perkiraan Polisi
Polisi memperkirakan massa terdiri atas sekitar 6.000 orang yang terkonsentrasi di masjid An Nuur dan kawasan sekitarnya. Namun di luar itu, ada ribuan lagi yang tidak dapat mencapai lokasi karena dilarang oleh polisi. Setiap kendaraan yang mengarah ke Borobudur, diperiksa secara ketat.
Kapolres Magelang, AKBP Hindarsono mengatakan, polisi menyita sejumlah perangkat aksi yang tidak terkait dengan ibadah Jumat.
“Kami menyita bendera-bendera. Kalau mau sholat Jumat kan tidak perlu membawa bendera. Pemeriksaan di depan masjid juga untuk keamanan. Kita tidak mau ada yang membawa senjata tajam atau apapun,” kata Hindarsono.
Kapolres juga bersyukur aksi berjalan tertib hingga usai. Meski begitu, mereka tidak mau kecolongan. Polda Jawa Tengah menurunkan 2.800 personel pengamanan. Selain polisi, ratusan aparat TNI juga berperan aktif.
Pengamanan di kawasan Candi Borobudur juga diperketat, karena disebut sebagai salah satu obyek vital nasional. Lebih dari itu, sebagian massa terutama dari kawasan selatan Jawa Tengah dan Jawa Barat datang melalui jalan yang terletak di samping candi itu.
Polisi memang melakukan pencegahan aliran peserta aksi secara dini. Sejumlah Polres di Jawa Tengah bahkan sudah menggelar operasi pencegahan sejak hari Kamis. Namun selalu ada cara untuk melewatinya.
Sejumlah rombongan dari Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, misalnya, memilih untuk berangkat dengan pakaian biasa dan baru berganti dengan baju Muslim tak jauh dari lokasi.
Pengamanan yang begitu ketat dikeluhkan oleh banyak peserta aksi. Bambang yang datang dari Kota Solo mengaku merasa heran dengan apa yang dilakuan oleh polisi. Dia bercerita harus berputar-putar mencari jalan sejak sekitar 10 kilometer dari lokasi untuk menghindari hadangan polisi.
“Bukan masalahnya Rohingya-nya yang dimasalahkan. Tetapi berkumpulnya umat Islam ini sepertinya yang ditakuti oleh polisi. Padahal kami sudah berkomitmen untuk menjaga situasi. Kami sudah sampaikan kepada seluruh peserta untuk tidak membawa apapun, karena kami hanya ingin berkumpul untuk menunjukkan solidaritas kami ke saudara di Rohingya. Mengapa sampai seperti ini?” kata Bambang, dikutip ngopibareng.id dari pelbagai media di Jateng.
Hingga peserta membubarkan diri, masih banyak rombongan yang baru saja tiba dan menuju ke masjid An Nuur. Mereka melaksanakan ibadah sholat Ashar dan bertemu dengan peserta aksi dari kota-kota lain. Sebagian besar dari mereka menamakan diri sebagai alumni aksi 212 di Jakarta, akhir tahun lalu. (adi)
Advertisement