PGRI Menyusul NU dan Muhammadiyah Tinggalkan POP
Program Organasi Penggerak (POP) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pimpinan Mendikbud Nadiem Makarim, dinilai tidak ada manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Oleh banyak pihak, POP dinilai hanya untuk penghambur-hamburan uang negara dengan mencatut tenaga kependidikan. Setelah Muhammadiyah dan NU menyatakan mundur dari POP, sekarang giliran Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang menyatakan mundur.
Sama seperti keluhan NU dan Muhammadiyah, salah satu alasan PGRI mundur lantaran kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas.
"PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," ujar Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dalam keterangan resminya, Jumat 24 Juli 2020.
PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.
"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," terang Unifah Rosyidi.
PGRI sebagai mitra strategis Pemerintah dan pemerintah daerah berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan Pendidikan Nasional.
Saat ini PGRI melalui PGRI Smart Learning & Character Center (PGSLCC) dari pusat hingga daerah berkonsentrasi melakukan berbagai program peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas yang dilakukan secara massif dan terus menerus khususnya dalam mempersiapkan dan melaksanakan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang berkualitas.
"PGRI mengharapkan Kemdikbud memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekruitmen selama 10 tahun terakhir, memprioritaskan penuntasan penerbitan SK guru honorer yang telah lulus seleksi PPPK sejak awal 2019, membuka rekruitmen guru baru dengan memberikan kesempatan kepada honorer yang memenuhi syarat, dan perhatian terhadap kesejahteraan honorer yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era pandemi ini," beber Unifah Rosyidi.
Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
POP merupakan program pelatihan dan pendampingan bagi para guru untuk meningkatkan kualitas peserta didik dengan menggandeng banyak organisasi. Dari 4.464 ormas yang mengajukan proposal, terdapat 156 ormas yang lolos seleksi evaluasi.
Organisasi yang terpilih akan mendapat hibah untuk menunjang program makalah yang mereka ajukan. Kemendikbud membaginya menjadi kategori III, yakni Gajah dengan bantuan maksimal Rp20 miliar, kategori Macan sebesar Rp5 miliar, dan Kijang Rp1 miliar per tahun. Target program ini adalah dua tahun.
Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation menjadi dua organisasi yang terpilih kategori Gajah. Keputusan ini menjadi polemik lantaran kedua perusahaan tersebut masuk dalam program CSR yang tak seharusnya didanai pemerintah. Namun, Tanoto menegaskan perusahaan mereka bukan CSR dan membiayai program POP dengan dana mandiri sebesar Rp50 miliar.
Adapun Sampoerna memastikan mereka juga bukan CSR. Berbeda dengan Tanoto, Sampoerna menggunakan dana mandiri dan APBN (dana pendamping) senilai Rp70-90 miliar.