Petugas TPG PGN, Perlakukan Pipa Gas Layaknya Istri
Siang itu sinar matahari menyengat tubuh. Dua petugas Perusahaan Gas Negara (PGN) menggunakan seragam khusus berwarna oranye dan berhelm putih. Mereka juga membawa laser mini methane dan snoop. Alat ini digunakan untuk mengecek adakah titik kebocoran gas.
Kedua alat itu dibawa oleh petugas bernama Ari Wibowo dan Dedhy Armadani. Mereka merupakan salah satu dari Tim Penanganan Gangguan (TPG) PGN.
Ngopibareng.id berkesempatan menemui mereka seusai meninjau lokasi pipa di Jalan Barata Jaya. Saat itu, mereka asyik duduk di kursi kayu. Ari dan Dedhy saling bergantian bercerita pengalamannya di lapangan.
“Dalam menjalankan tugas sebagai TPG, kami diharuskan serbabisa. Bisa mensurvei dan menangani kebocoran. merawat pipa agar tidak korosi. Selain itu mengawasi pihak ketiga dan memperbaiki aset," kata Dedhy, Kamis, 12 Maret 2020.
Pihak ketiga adalah pihak di luar PGN yang bersinggungan dengan pipa gas dalam tanah. Misalnya, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), kontraktor, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya dan pihak perseorangan.
Aset yang dipelihara berupa gas patok (terbuat dari semen sebagai penanda adanya gas), marker post (papan peringatan larangan merokok) dan cathodic protection (perlindungan cathodic pencegahan korosi pipa).
Setiap harinya, Ari dan Dedhy menjalankan tugas berdasarkan shift. Satu shift selama 12 jam. Shift pagi dimulai sejak pukul 07.00 hingga 19.00 WIB. Sedangkan, shift malam pukul 19.00 hingga pukul 07.00.
Mereka harus berganti shift setiap tiga hari sekali. Yang semula dapat shift pagi setelah tiga hari ganti shift malam. Begitu sebaliknya, yang piket malam berganti piket pagi setelah tiga hari.
Wajib Siaga Kapanpun
Petugas TPG di Surabaya dibagi menjadi tiga sektor bagian. Wilayah Surabaya-Gresik, Pasuruan-Probolinggo dan Sidoarjo-Mojokerto. Ari dan Dedhy bertugas di wilayah Surabaya-Gresik. Selain mereka, ada juga dua tim lain lagi yang terdiri dari tiga orang. Dalam satu shift, terdapat dua petugas TPG dan 1 driver.
Dalam keseharian, mereka menindaklanjuti aduan dari pelanggan. Pelanggan menghubungi call center PGN lalu diteruskan ke surveyor dan koordinator lapangan (korlap).
Setelah mendapat instruksi, baik Ari dan Dedhy terjun langsung ke lapangan. Mereka berkoordinasi dengan surveyor dan korlap menggunakan Whatsapp dan telepon. Ketika di lapangan dan kondisinya urgent, telepon regular lebih dipilih.
Dalam menelusuri kebocoran gas, hal yang pertama dilaporkan lokasi hingga kejadian yang tidak terduga. Terutama dalam pengambilan keputusan cepat mengatasi kebocoran gas.
“Kita biasanya koordinasi lewat WhatsApp dan telepon. Paling sering lewat telepon kalau di lapangan. Khususnya dalam penanganan kebocoran gas yang butuh penanganan cepat," kata Dedhy, pria kelahiran 36 tahun yang lalu.
Ari pun ikut menambahkan. Kata dia, dalam menjalankan tugas sebagai TPG harus tetap siap kapan pun bila ada panggilan gangguan. Jika ada panggilan mendadak di luar jam kerja, mereka harus menambah jam hingga petugas shift selanjutnya datang.
“Misalkan kita shift pagi, selesainya kan harus jam 7 malam. Nanti kalau ada calling tetap lanjut sampai shift malam datang,” kata pria asli Surabaya.
Karena harus siaga penuh, terkadang ketika hari lebaran mereka tidak bisa mudik. Mereka harus memastikan pasokan gas terdistribusi dengan baik tanpa ada hambatan.
Menangani Kebocoran Pipa Akibat Kelalaian Pihak Ketiga
Sembari duduk bersantai dan menikmati semilirnya angin, Dedhy menceritakan pengalaman menangani kebocoran gas di beberapa sungai di Surabaya. Menurutnya, daerah yang berdekatan dengan sungai biasanya berpotensi mengalami kebocoran gas. Penyebabnya, adanya aktivitas normalisasi sungai yang dilakukan oleh pihak di luar PT. PGN. Mereka biasanya, tak paham jika ada saluran gas.
“Pada 2018 karena kena mesin escavator pipa gas di sungai daerah Ubaya, Kalibokor, Ngagel Madya dan Pucang Anom bocor. Pas pipa bocor mereka panggil kita," katanya
Kebocoran pipa di sungai ini jika tidak segera ditangani bisa menyebabkan kebakaran yang besar. Karena akumulasi gas yang terkumpul sungai akibat kebocoran pipa gas juga banyak.
Penanganannya pun memakan waktu lama. Karena harus dicari dulu titik pipa yang bocor. Terlebih, kala menyambung, pipa harus dalam keadaan bersih dan kering. Jika pipa dalam kondisi basah, tidak bisa disambung. Karena penyambungan menggunakan alat listrik yang membutuhkan voltase tinggi.
"Penanganan paling lama bisa sehari, karena yang sulit mencari titik kebocoran. Tapi kalau pipanya di dalam tanah bukan di dalam air bisa cepat penanganannya," katanya.
Pria yang pernah menjadi marketing bank ini menambahkan, menyambung pipa harus berhati-hati. Seperti memperlakukan istri.
"Kalau nyambung pipa harus hati-hati, kayak memperlakukan istri. Disayang dulu, pipa dibiarkan kering. Jika ada air harus dikuras dulu biar pipa tidak basah," katanya.
Belum lagi jika kebocoran terjadi di malam hari. Kalau malam kebanyakan toko material tutup dan daya listrik voltasenya turun.
"Yang repot itu kalau malam dan butuh material, karena banyak toko yang tutup, belum lagi voltasenya kadang turun. Biasanya kalau malam voltasenya rendah. Misal kita butuh daya 190 volt, dayanya cuma 180, ya jelas gak bisa,” ujar Dedhy dengan nada bercanda.
Atas totalitas mereka dalam menangani pengaduan, tak sampai dua jam mereka akan datang menyelesaikan masalah. Kerja cepat ini biasanya diapresiasi oleh warga. Bisa melalui ucapan terimakasih bahkan ada juga yang memberikan makanan ringan dan minuman.
“Kami selalu diapresisasi warga, katanya kami cepat. Setelah nelpon, setengah jam atau maksimal satu kali 24 jam sudah ditangani. Kadang kita diberi jajan dan minuman dingin,” kata Ari.