Petik Semangat Literasi Kartini, NA Gebrak Mindset Masyarakat
Diyah Puspitarini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA) mengungkapkan, kondisi masyarakat Indonesia saat ini, sangat dibutuhkan gebrakan-gebrakan perubahan yang dapat memajukan bangsa dan negara. Selain itu, pihaknya ingin mengubah mindset masyarakat yang menyatakan bahwa Kartini bukanlah pejuang dari Islam.
”Kartini juga bagian dari pejuang islam, bahkan KH Dahlan terinspirasi dari bukunya Kartini, dan kemudian mendorong Nyai Dahlan untuk mendirkan pengajian Sopo Tresno, dan itu kita tidak mengetahui, bahwa semangat inspirasi Kartini telah mempengaruhi KH Dahlan,” tegas Diyah, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Senin (9/4/2018).
Hal itu terkait dengan kegiatan PP NA menggelar Nobar dan Bedah Film Kartini bersama Hanung Bramantyo, yang merupakan Sutradara dari film Kartini. Menurut Diyah, tujuan dari diadakannya Nobar dan Bedah Film ini yaitu dalam rangka menyambut hari Kartini yang jatuh pada 21 April.
“Bukan hanya sekadar seremonial menyambut hari Kartini, namun melalui film ini PPNA ingin menumbuhkan spirit perjuangan dan perubahan yang telah dilakukan oleh Kartini kepada kader-kader NA, dan masyarakat secara keseluruhan,” terang Diyah tentang kegiatan berlangsung Sabtu (7/4/2018) lalu.
Diyah berharap, kader-kader NA dapat memetik spirit perjuangan yang diteguhkan oleh Kartini, salah satunya yaitu dalam bidang literasi.
“Semangat literasi saat ini semakin hilang, maka kita dapat mencontoh seorang Kartini pada abad yang lalu sudah merasa perlu untuk melakukan gerakan literasi, semangat untuk terus menggelorakan semangat literasi ini harus tertanam pada diri kader NA,” jelas Diyah.
Sementara itu, Hanung Bramantyo berharap, melalui film Kartini ini perempuan Indonesia dapat lebih menjadi dirinya sendiri.
"Ada sesuatu yang dia perjuangkan. Saya membuat film ini untuk memberikan refleksi agar perempuan sekarang bisa menjadi diri sendiri," jelas Hanung.
Pada akhir Hanung mengatakan bahwa Kartini lahir dari seorang bangsawan, tapi dia bukan bangsawan.
“Semasa hidupnya Kartini selalu berkata, 'panggil aku Kartini saja'. Itu artinya dia tidak ingin gelar 'R.A. (Raden Ajeng)' miliknya disebut. Aku ya aku," tutup Hanung. (adi)