Peternak di Blora Tak Perlu Khawatir PMK pada Hewan Ternak
Peternak di wilayah Kabupaten Blora, diminta tidak panik menyikapi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau apthae epizooticae pada hewan ternak sapi yang dipelihara. Sebab, penyakit ini pernah ada puluhan tahun lalu.
Kepala Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (DP4) Kabupaten Blora drh. R. Gundala Wijasena, mengaku sudah berpengalaman menangani Penyakit Mulut dan Kuku di tahun 1980an.
Indonesia, kata dia, sebenarnya sudah bebas dari PMK. Tetapi karena adanya impor sapi atau daging dari daerah yang tertular, seperti dari India, Brasil, Thailand (kambing atau domba) yang menyebabkan penyakit mulut dan kuku masuk ke Indonesia.
"Jadi kita sudah berpengalaman menangani, menangani flu burung, Indonesia termasuk cepat di dalam penanganannya. Kita banyak ahli di Indonesia untuk bisa segera mengentaskan Penyakit Mulut dan Kuku khususnya jika terjadi di Kabupaten Blora," jelasnya Rabu 11 Mei 2022.
Sementara itu untuk pengawasan lalu lintas ternak, menurut drh. Gundala Wejasena, makin diintensifkan serta ditingkatkan pengawasannya seperti di perbatasan Cepu (Jateng)-Bojonegoro (Jatim), Jembatan baru Kradenan dan Kecamatan Bogorejo-Jatirogo.
“Cuma, tentu saja kita tidak bisa menolak misalnya sapi lewat. Melainkan kita periksa, kalau ada tanda-tanda yang mengarah kepada penyakit mulut dan kuku, mungkin itu yang kita tolak dan dibawa kembali lagi, tidak boleh diteruskan,” tegasnya.
Tetapi yang jelas, kata Gundala Wejasena, harus diperiksa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal.
Dalam hal ini, lanjut dia, memang harus kerja sama dengan Polri. Karena Presiden RI juga sudah memerintahkan Kapolri untuk ikut di dalam penanganan penyakit mulut dan kuku. "Sehingga penanganan bisa bersama-sama dan segera terbebas dari penyakit mulut dan kuku itu,” ujarnya.
Diakui dampak ekonomi dari penyakit mulut dan kuku sangat besar. Indonesia tentu saja tidak bisa mengekspor barang-barang yang berasal dari ternak sapi, seperti tas dari bahan kulit sapi, itu bisa ditolak untuk negara-negara yang sudah bebas dari penyakit mulut dan kuku.
Itu jelas mempunyai efek ekonomi yang sangat besar. Walaupun sebenarnya penyakit mulut dan kuku itu, tingkat kematiannya tidak terlalu tinggi.
“Kemarin yang ada di satu populasi di Jawa Timur, sekitar 400 ekor yang kena, itu yang mati ada delapan ekor. Jadi pada prinsipnya bisa sembuh, walau pun carrier, artinya yang sembuh itu tetap membawa virus. Tapi kita tidak boleh pesimis dan tidak boleh panik. Yang beternak tetap diteruskan saja. Tapi harus dijaga biosecurity-nya,” kata Kepala DP4 Kabupaten Blora.
Gundala melanjutkan, sebenarnya, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ini, mudah menyebar apalagi Jawa Tengah (Kabupaten Blora) dan Jawa Timur yang berbatasan. “Oleh sebab itu kita harus waspada,” tegasnya.
Waspada yang dimaksud adalah menjaga kebersihan kandang, menyemprot disinfektan merek apa saja yang bisa dibeli poultry. Atau bisa juga menggunakan detergen yang dicampur air, kemudian disemprotkan ke sekeliling kandang.
“InsyaAllah virus-virus yang masuk akan mati. Berikutnya, jangan memasukkan dahulu sapi atau membeli sapi dari luar Kabupaten Blora, terutama dari Jawa Timur, itu jangan,” tegasnya.
Dia menyarankan, agar kandang hanya dimasuki oleh pemiliknya saja, orang lain tidak usah masuk kandang. Kalau terpaksa harus masuk ke kandang harus cuci tangan dan kaki terlebih dahulu dengan disinfektan, sehingga orang yang masuk benar-benar steril.
Demikian pula dengan pemiliknya. Setelah bepergian harus cuci tangan dan kaki pakai sabun atau disinfektan, termasuk sepatu atau sandalnya juga dicuci. "Hal itu agar terhindar dari virus yang dibawa, mungkin bisa dari pasar atau luar kota dan sebagainya,” terangnya.
Gundala Wejasena menegaskan bahwa pemerintah segera melakukan langkah-langkah untuk kembali membebaskan Indonesia dari penyakit mulut dan kuku.
“Sekali lagi jangan panik karena pemerintah segera melakukan langkah-langkah untuk kembali membebaskan Indonesia dari penyakit mulut dan kuku,” tambahnya.
Ia menyebut, beberapa daerah yang sudah terkena, risikonya adalah lock down. Diisolasi, supaya penyakitnya tidak menyebar ke daerah lain. Setelah itu dilakukan vaksinasi di daerah yang terkena dan di daerah sekitarnya. Kalau diperlukan seluruh pulau Jawa, sapinya divaksin.
“Jadi kita menunggu dari Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) untuk membuat vaksinnya, karena sudah mengambil virus dari sapi-sapi yang terkena penyakit mulut dan kuku. Kalau janjinya tiga bulan jadi, tetapi Pak Dirjen mengatakan, terlalu lama, kalau bisa dua bulan sudah ada vaksin sehingga bisa segera dilakukan vaksinasi,” terangnya.
Advertisement