Petani Tembakau Tak Dijatah Pupuk Subsidi, HKTI 'Curhat' DPRD
Para petani tembakau di negeri ini termasuk di Kabupaten Probolinggo tidak lagi dijatah pupuk bersubsidi. Sisi lain, petani tembakau belum menikmati Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT).
Keluh kesah para petani tembakau itu diungkapkan Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Probolinggo, Agus Salehudin saat beraudensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Rabu, 21 Juni 2023. Pertemuan tersebut juga dihadiri Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Probolinggo.
Agus mengatakan, audiensi ini bertujuan untuk membahas DBHCT tahun 2023 yang besarnya sekitar Rp90 miliar. "Dari jumlah tersebut, petani tembakau masih belum merasakan dampak yang maksimal terkait pengalokasian DBHCT," katanya.
HKTI pun meminta, dari jumlah DBCHTV itu, ada pengalokasian untuk subsidi pupuk bagi petani tembakau. Soalnya, selama ini yang ada hanya bantuan pupuk senilai Rp2 miliar.
Bantuan pupuk itu, kata Agus, sangat tidak berimbang dengan luas pertanian tembakau yang mencapai sekitar 9.000 hektare setiap musim tanam.
"Sampai sekarang kan belum ada DBHCT untuk subsidi pupuk guna menunjang produksi tembakau. Malah yang saya tahu, DBHCT lebih banyak diperuntukkan untuk pembangunan fisik," kata alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.
Agus pun berharap, DPRD berkomunikasi dengan pihak eksekutif agar mengalokasikan DBHCT untuk pengadaan pupuk bagi petani tembakau.
"Intinya bagaimana DBHCT ini bisa dirasakan oleh petani tembakau," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Disperta, Mahbub Zunaidi mengatakan, akan berusaha memenuhi permintaan HKTI. Tentu saja diperlukan persetujuan dari badan anggaran (Banggar) DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Probolinggo.
"Saya kira memungkinkan, karena daerah lain sudah ada yang melakukan, seperti halnya Kabupaten Situbondo," katanya.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPRD, Muhammad Yasin yang mimimpin audensi mengatakan, bantuan pupuk yang ada untuk petani tembakau dengan jumlah anggaran Rp2 miliar, memang belum bisa memenuhi kebutuhan. Soalnya, dengan anggaran tersebut, hanya bisa menjangkau 1.000 hektare lahan pertanian tembakau. Padahal areal tembakau setiap musim tanam sekitar 9.000 hektare.
"Jelas sangat kurang, itu pun 1.000 hektare yang terjangkau, per hektarnya hanya dapat satu kuintal," katanya.