Petani Tebu Hubungannya Bisa Langsung Erick Thohir
Belum sebulan menjadi general manager di Pabrik Gula Tjoekir Jombang, Abdul Azis Purmali langsung bisa merasakan perbedaan dengan tempatnya dulu bekerja dengan tempat barunya. Sebelum menjadi general manager di Pabrik Gula Tjoekir Jombang, Azis menjadi general manager di Pabrik Gula Lestari di Nganjuk Jawa Timur. Dia menjadi general manager di Pabrik Gula Tjoekir per 10 Januari 2023 kemarin.
Ihwal perbedaan yang dia rasakan itu soal karakter petani tebu mitra Pabrik Gula Tjoekir Jombang. Para petani tebu yang menjadi mitra dari Pabrik Gula Tjoekir dianggap lebih kritis.
"Petani tebu yang menjadi mitra, di sini lebih kritis, meski di Lestari juga kritis. Tapi petani di sini hubungannya bisa langsung dengan Erick Thohir, Menteri BUMN," kata alumni Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini sambil tertawa.
Azis memang bisa merasakan perbedaan itu, karena pekerjaannya sebagai general manager tak melulu harus berada di kantor yang mengurusi administrasi dan mengatur strategi agar tak rugi. Tapi dia juga harus rajin sambang ke para petani yang menjadi mitra Pabrik Gula Tjoekir Jombang. Tujuannya, untuk memastikan pasokan tebu untuk pabrik gula yang dikelolanya aman saat musim giling nanti. Maklum, pasokan tebu petani dengan kebutuhan pabrik gula tak sebanding. Masih banyak kebutuhan dibanding pasokannya.
Saat ini, Pabrik Gula Tjoekir Jombang punya kapasitas produksi sekitar 3.800 ton tebu per hari (Tone Cane per Day/TCD). Dari jumlah tersebut dipenuhi dari sekitar 800-900 petani tebu yang berada di sekitar Pabrik Gula Tjoekir Jombang.
Kondisi petani tebu yang kritis itu, kata dia memang menjadi hal yang wajar. Apalagi kondisi umumnya yang melingkupinya juga sudah berbeda. Jika zaman Orde Baru yang otoriter pemerintah bisa memaksa petani untuk menanam tebu sehingga pasokan bisa melimpah. Tapi kini zaman sudah berubah. Petani bebas mau menanam apa yang dimaui. Selain itu dulu juga masih banyak petani yang loyal setor tebu ke pabrik gula tertentu. Tapi sekarang sudah beda. Karena mereka adalah para generasi kedua.
Kata Azis petani tebu sekarang sudah banyak merupakan generasi kedua. Penerus usaha orang tuanya. Mereka-mereka ini rata-rata masih berusia muda sekitar 40an. Selain muda, mereka juga sudah melek informasi dan mengenyam pendidikan yang bagus. Azis berpendapat jika petani tebu punya tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibanding petani komoditas lain. Dari hasil menanam tebu itu, mereka kemudian bisa menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat yang lebih baik,--yang sekarang menjadi generasi kedua ini.
"Makanya tak heran jika sekarang ini petani tebu kritis-kritis," ujarnya.
Namun sikap kritis petani itu, bukan tak mungkin untuk disiasati. Azis punya siasat dengan mengambil hati petani. Caranya, rajin-rajin silaturahmi ke para petani. Membuka ruang dialog dengan para petani. Di situ, biasanya Azis menyampaikan visi dan misi pabrik gula yang dipimpinnya. Selain itu, dia juga mendengarkan keluh-kesah para petani. Kalau memang bisa dibantu, akan dibantunya. Dari sering berdialog Azis berharap, hati para petani akan tersentuh. Azis memang ingin membangun kedekatan emosional antara petani tebu dengan Pabrik Gula Tjoekir.
"Secara harga mungkin lebih menarik pabrik gula swasta. Namun kalau misal cuma selisih seribu ya lebih baik setor tebu ke Tjoekir karena faktor kedekatan emosional. Orang tua mereka dulu menyekolahkan bisa menyekolahkan mereka juga karena Tjoekir," ujarnya.
Usaha untuk merebut hati petani tebu ini memang harus dia lakukan. Pasalnya persaingan untuk mendapatkan pasokan tebu petani sangat ketat. Tak hanya bersaing dengan pabrik gula satu saudara, tapi juga dengan pabrik gula swasta.
"Bisa merebut hati petani adalah kuncinya jika ingin pasokannya aman," pungkasnya.